Korannusantara.id-Jakarta, Direktur Bidang Hukum dan Advokasi Leppami PB HMI Periode 2024-2026 Dwi Cahyono Ada apa dengan, Terbakarnya kantor Kementerian ATR/BPN pada [08 Februari 2025] menambah kekhawatiran tentang potensi gangguan terhadap implementasi kebijakan publik yang seharusnya mengutamakan kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan lingkungan. Kebakaran ini terjadi pada saat yang bersamaan dengan ketegangan terkait kebijakan pemagaran laut yang tengah dilaksanakan di beberapa wilayah seperti Tangerang, Bekasi, dan Surabaya.
Tangerang:
Pagar laut di Kabupaten Tangerang membentang sepanjang 30,16 kilometer dari Desa Muncung hingga Pakuhaji. Pembangunan pagar ini menutup akses nelayan tradisional ke laut, memaksa mereka menempuh jarak lebih jauh untuk melaut, sehingga meningkatkan biaya operasional dan mengurangi pendapatan mereka. Selain itu, ditemukan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area perairan tersebut, yang seharusnya tidak diterbitkan di wilayah laut. Pemerintah telah membatalkan sertifikat tersebut karena dianggap ilegal.
Bekasi:
Di Bekasi, pagar laut membentang sepanjang 8 kilometer di perairan Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya. Seperti di Tangerang, pembangunan pagar ini menghalangi akses nelayan tradisional, meningkatkan biaya operasional mereka. Selain itu, ditemukan sertifikat HGB seluas 581 hektar di area laut tersebut, yang juga dianggap ilegal dan telah dibatalkan.
Surabaya:
Di Surabaya, tepatnya di perairan sebelah timur Ekowisata Mangrove Gunung Anyar, ditemukan area seluas 656 hektar yang diduga memiliki HGB di laut. Pemerintah sedang melakukan investigasi terkait hal ini.
Perbuatan para pelaku pemagaran laut melanggar UU Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, UU Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dwi Direktur Bidang Hukum dan Advokasi menyatakan. Walaupun belum ada bukti yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara kebakaran dan kebijakan pemagaran laut, insiden ini mengingatkan kita akan pentingnya stabilitas politik dan sosial dalam setiap implementasi kebijakan pemerintah. Kegagalan dalam mendengarkan aspirasi masyarakat dan mengelola kebijakan dengan hati-hati dapat menimbulkan gesekan yang berdampak pada kestabilan negara, baik dari sisi ekonomi maupun politik.
Kebakaran ini seharusnya menjadi titik balik bagi kita semua untuk lebih memperhatikan proses-proses kebijakan yang melibatkan masyarakat luas, agar kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan sebagian pihak, tetapi juga menjaga keadilan sosial dan lingkungan. Kami mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap kebijakan pemagaran laut dengan melibatkan lebih banyak stakeholder, baik itu masyarakat, ahli lingkungan, maupun pemerintah daerah.
Kami juga menekankan pentingnya penyelidikan yang transparan terhadap kebakaran ini untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang dengan sengaja merusak integritas proses pemerintahan yang tengah berjalan. Kegagalan dalam menjaga integritas ini hanya akan memperburuk ketegangan yang sudah ada dan menghambat kemajuan pembangunan yang seharusnya berfokus pada kesejahteraan rakyat.” Ujar Dwi”
Sebagai negara demokratis, sudah saatnya kita memastikan bahwa setiap kebijakan yang diterapkan tidak hanya berdasarkan kepentingan politik sesaat, tetapi dengan perspektif yang lebih luas, yakni demi kemakmuran dan keberlanjutan negara secara keseluruhan.
Direktur Bidang Hukum dan Advokasi Dwi menekankan pada pentingnya transparansi dan evaluasi kebijakan, serta perlunya menjaga keseimbangan antara kebijakan yang dijalankan dan kepentingan masyarakat secara umum, dengan menghindari spekulasi politik yang tidak konstruktif. Jakarta, 10 Februari 2025