Korannusantara.id, Jakarta – Perlawanan bangsa Indonesia terhadap politik dinasti harus diwujudkan. Ketika negara dibentuk bahwa negara ini milik bersama.
Tidak ada satu suku pun merasa memiliki negara ini. Begitu juga, tidak ada satu golongan atau daerah merasa berhak atas republik ini. Apalagi satu keluarga yang ingin terus menerus menguasai pemerintahan ini.
Sejarah Perlawanan ini terlihat ketika Soekarno tumbang karena ingin menjadi presiden seumur hidup. Pada tahun 1998, rakyat sepakat menumbangkan Soeharto yang terus menerus menguasai negara ini dan menempatkan anaknya sebagai Menteri Sosial.
Megawati meskipun bapaknya, Soekarno tidak ada lagi masih dilawan oleh rakyat untuk menjadi presiden dengan kekalahan suara dalam pilpres 2004. Begitu juga hasrat SBY pada tahun 2014 ingin mendorong anaknya untuk melestarikan trah politiknya.
Namun, sejarah panjang perlawanan rakyat secara damai dan demokratis pada politik dinasti tersebut akhirnya hancur.
Periode kedua Jokowi nerkuasa, dia dengan kurang ajarnya mulai membangun politik dinastinya. Negara ini dia mulai manfaatkan untuk keluarganya dan kroni-kroninya. Ditandai dengan mengangkat relawannya menjadi Wakil Menteri.
Bibit ini karena dibiarkan, Jokowi pun semakin percaya diri mensetting anak dan menantunya menjadi Walikota pada tahun 2020. Gibran dan Bobby akhirnya menang telak menjadi Walikota Solo dan Medan.
Skenario tersebut berjalan mulus dan nyaris tanpa hambatan dan protes, meski saya pribadi mengecam pencalonan anak dan menantu Jokowi tersebut. Meski ada yang melobby saya untuk mendukung anak Jokowi ini, tapi saya menolak dan melawan, karena bertentangan dengan hati nurani saya.
Tidak cukup itu saja kekurangajaran Jokowi ini, pada tahun 2019 mensetting anaknya yang tidak layak tersebut menjadi Calon Wakil Presiden dalam Pilpres 2024. Dengan bantuan iparnya bernama Anwar Usman sebagai Ketua MK berhasil menggolkan syarat-syarat Capres-cawapres di detik-detik terakhir pendaftaran Capres-cawapres.
Anwar Usman berhasil melahirkan Putusan MK 90 Tahun 2023. Anak Jokowi bernama Gibran yang belum cukup umur 40 tahun untuk maju sebagai Capres-cawapres maka dari Putusan tersebut membuka pintu anak Jokowi maju sebagai Cawapres berpasangan dengan Prabowo sebagai Capres.
Kritik dan kecaman keras terjadi dimana-mana. Perlawanan politik dinasti dari hasil perbuatan nepotisme ini membuat pergantian kekuasaan menjadi rusak. Indonesia terancam terpecah.
Perlawanan dari akademisi, civil society, pro demokrasi dan mahasiswa terjadi gejolak dimana-mana mengutuk politik dinasti dan nepotisme dilakukan Jokowi tersebut. Peristiwa ini mirip pada peristiwa 1998 penumbangan Soeharto.
Kelompok masyarakat kelas menengah Pilpres menyatakan bahwa PILPRES 2024 tidak akan berlangsung secara demokratis dan akan terjadi kecurangan
Mustahil Pilpres bisa terlaksana jurdil (jujur dan adil) jika kontestannya ada anak presiden yang sedang berkuasa. Pasti Presiden Jokowi akan membantu anaknya dan mengunakan semua alat-alat negara, baik sumber dana maupun sumber tenaga ASN, Menteri, Pejabat Sementara pemerintahan daerah serta perangkat desa.
Meski gelombang protes terjadi dimana-mana, namun Pemilu dan Pilpres tetap dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024. Sesuai dengan apa yang sudah disampaikan oleh masyarakat terdidik Indonesia ternyata jadi kenyataan. Pilpres berlangsung culas alias curang. Pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran menang telak satu putaran.
Benteng terakhir secara konstitusional melawan kebiadaban bernegara dilakukan Jokowi tersebut tersebut adalah menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengugatan ini bukan semata pengugatan dari Capres-cawapres 01 dan 03, tetapi sebenarnya pengugatan ini adalah pengugatan rakyat kelas menengah dalam menegakkan keadilan cara berbangsa dan bernegara yang dipraktekkan oleh Jokowi merusak negara ini.
MK sudah menggelar perkara Pilpres 2024. MK sudah memanggil semua pihak untuk mendapat keterangan.
Ingat Pak Hakim MK, _Garbage in Garbage out._ Apabila diolah sampah hasilnya sampah. Pilpres dengan input sampah maka prosesnya akan busuk dan inputnya akan melahirkan Penguasa Sampah.
Jangan hanya gara-gara pak hakim menyelamatkan keluarga Jokowi, tetapi negara ini berantakan. Ratusan juta rakyat Indonesia yang punya hak yang sama terhadap republik ini menderita masa depannya dan keadilan hancur.
Ini bencana bagi Indonesia. Pemerintahan tidak akan legitimate dan terjadi gejolak yang panjang.
Ini saatnya yang tepat MK memperkuat konstitusi negara ini serta mendisiplinkan tata cara bernegara bagi elit-elit politik ingin berkuasa :
1. Mengharamkan POLITIK DINASTI
2. Melakukan Pilpres Ulang dengan membuka bebas bagi putera-puteri Indonesia untuk bisa ikut berkompetisi dengan prinsip tanpa ada unsur Politik Dinasti dan Nepotisme
3. Membentuk Komisi Pemberantasan Nepotisme dan Politik Dinasti
Bagaimanapun negara ini mesti diselamatkan. MK adalah harapan bangsa ini. Jika tidak ……!
Penulis : Aznil Tan