Korannusantara.id, Jakarta – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, heran mendapati jawaban Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berbeda-beda format di tiap daerah sehingga berpotensi merugikan pelapor.
Sebagai informasi, dalam menerima laporan, Bawaslu berhak untuk menilai kelengkapan syarat formil dan materiil sebelum meregistrasi laporan tersebut menjadi perkara yang akan disidangkan.
Akan tetapi, kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo, Bawaslu di beberapa daerah bisa menjelaskan kepada pelapor tatkala syarat-syarat itu tidak dipenuhi, sehingga pelapor tahu harus melengkapi laporannya pada bagian mana.
Sementara itu, pada kasus di daerah lain, Bawaslu hanya memberitahu pelapor soal status laporan tersebut tidak memenuhi syarat formal dan material tanpa penjelasan yang detail terhadap pelapor.
“Kenapa Pak Rahmat Bagja (Ketua Bawaslu RI) kalau menjawab aduan tidak ada konsistensi, keseragaman, soal tidak keterpenuhan materiil misalnya, kenapa tidak diuraikan materiil itu apa,” kata Suhartoyo di dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024, Rabu (3/4/2024).

“Kan harus komunikasi ini kan harus dibangun, pelapor itu kan kadang-kadang orang yang tingkat pendidikannya tidak selalu seperti yang kita harapkan,” ujarnya.
Suhartoyo lanjut bertanya apa yang menyebabkan Bawaslu tidak memiliki keseragaman dalam merespons laporan.
“Apa jawaban Bapak? Apa sosialisasi yang kurang? Bimtek (bimbingan teknis) yang kurang di internal atau apa?,” lanjutnya.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengeklaim, kemungkinan perbedaan pandangan tersebut terjadi karena adanya perbedaan pemahaman pembacaan petunjuk teknis antara pengawas di daerah yang berlainan.
Ia menegaskan, Bawaslu hanya berperan sebagai pemberi status laporan.
“Juknis itu hanya menstatus laporan hanya tidak memenuhi syarat materiil dan syarat formil ataupun kedua-duanya,” kata Bagja.
“Kalau datang ke kantor, kami tentu akan jelaskan prosesnya kepada yang bersangkutan. Kalau sudah lengkap kami cek syarat formil dan materilnya,” ucap nya.