
Jakarta – Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (Bawaslu RI) mengidentifikasi ada 130 kasus dugaan politik uang (money politic) yang terjadi selama masa tenang sampai hari pemungutan suara Pilkada 2024. Ratusan kasus tersebut akan ditindaklanjuti dalam waktu lima hari ke depan.
Anggota Bawaslu RI, Puadi mengatakan pihaknya bakal melakukan kajian awal terhadap ratusan kasus tersebut.
“Kajian awal ini menunjukkan dugaan tersebut memenuhi syarat formil dan materil. Kemudian Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam lima hari kalender,” terang Puadi dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Rabu, (27/11/2024).
Ia memerinci, 121 pelanggaran terjadi saat masa tenang, 71 di antaranya dugaan peristiwa pembagian uang. Sementara itu, terdapat sembilan kasus politik uang yang terjadi saat hari pemungutan suara.
Sedangkan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja mengatakan pihaknya juga akan menggelar pleno untuk menetapkan nasib informasi awal terkait politik uang tersebut oleh masing-masing KPU provinsi maupun kabupaten/kota.
Bagja mengatakan peristiwa pembagian uang selama Pilkada 2024 berpotensi dikenakan dengan Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada dengan ancaman pidana penjara antara 36 sampai 72 bulan dan denda antara Rp. 200 juta sampai Rp.1 miliar.
“Baik pemberi maupun penerima dipidana. Berbeda dengan pemilihan umum, yang hanya pemberi saja yang dipidana,” tandas Bagja.
Adapun dugaan politik uang saat masa tenang maupun hari pemungutan suara Pilkada 2024 antara lain terdeteksi Bawaslu di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kota Depok, Kabupaten Pasuruan, Kota Batu, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bolaang Mongondow, maupun Kota Kotamobagu.
Sementara itu, dugaan potensi pembagian uang terdeteksi di Kabupaten Mimika, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Jember, Kota Blitar, Kabupaten Sika, dan Kabupaten Bima.