korannusantara.id, Jambi – Lahirnya UU No 3 Tahun 2024 sebagai bentuk perubahan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang kemudian turut melahirkan cara pandang baru dalam tata kelola pemerintahan, khususnya tata kelola pemerintahan desa. Selasa (7/5/24).
Undang-Undang Desa memberikan pengakuan atas kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara eksplisit UU 3 Tahun 2024 tentang Desa mendefinisikan “pemberdayaan masyarakat desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa”.
Nilai dan karakter pada revolusi mental sebagaimana pada agenda nawacita harus sinergi dan terwujud pada tata kelola pemerintahan desa yang sesuai dengan azas pengaturan desa pada Pasal 4 UU 3 Tahun 2024 yang terdiri dari rekognisi, subsidiaritas, keberagaman, kegotongroyongan, kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian, partisipasi, kesetaraan, dan keberlanjutan sehingga desa sebagai subjek pembangun.
Sudah saatnya membicarakan posisi UU No 3 Tahun 2024 bukan hanya pada pasal 39 tentang masa jabatan kepala desa yang 8 (delapan) tahun. Akan tetapi lebih penting dari itu, bagaimana desa yang sesungguhnya mampu menjadi subjek Pembangunan yang digaungkan dari desa untuk Indonesia.
Ditulis Oleh: Komaruddin Ritonga (saat ini sebagai Tenaga Ahli Spesialis Perubahan Perilaku RMC 7 P3PD Provinsi Jambi)
(Red)










