Korannusantara.id, Iran – Iran melancarkan serangan militer langsung terhadap Israel pada Sabtu (13/4) waktu setempat dengan meluncurkan lebih dari 200 drone, rudal jelajah, dan rudal balistik ke Israel.
Ini adalah serangan pertama Iran dalam sejarah terhadap Israel. Situasi ini terjadi setelah Israel menghancurkan konsulat Teheran di Suriah pada 1 April lalu yang menewaskan 12 orang, termasuk dua jenderal elit Iran.
Tidak jelas apakah pertempuran ini berlanjut. Yang jelas Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mayor Jenderal Mohammad Baqeri, mengatakan Teheran telah menyelesaikan serangan balasannya terhadap Israel.
Menurut pandangan kami, operasi sudah selesai, tetapi angkatan bersenjata siap dan kami akan bertindak jika perlu,” kata Baqeri.
Tel Aviv pada Ahad (14/3) pukul 03.30 pagi juga sudah mencabut imbauan kepada warga agar bersembunyi di tempat-tempat aman selama serangan. Artinya, Israel menyimpulkan serangan telah berakhir.
Kita tidak melihat tidak ada ekskalasi yang besar atau korban di pihak militer penjajah Israel yang signifikan sebagaimana serangan Hamas dan perlawanan bersenjata dari jalur Gaza.
Lalu: apa yang bisa kita baca dari serangan singkat ini?
Pertama, alih-alih sebuah deklarasi perang terbuka kepada Israel, serangan Iran ini lebih merupakan skala terbatas sebagai balasan kepada Israel. Durasi serangan hanya berlangsung 5 jam. Bukanlah perlawanan intens seperti yang dilakukan Hamas kepada Israel yang sudah hampir memasuki bulan ketujuh sejak Oktober dan banyak merugikan tentara dan fasilitas militer Israel sejak hari pertama pertempuran.
Dalam konteks serangan Iran, Israel hanya butuh waktu 7 jam untuk kembali membuka penerbangannya kembali ditangguhkan. Tentu kita tidak sedang mengganggap pertempuran ini sebagai sebuah sinetron. Tapi ini jauh dari ekspektasi narasi Iran selama ini yang ingin melenyapkan Israel.
𝐈𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐤𝐨𝐦𝐮𝐧𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐀𝐒
Kedua, beberapa hari sebelum serangan terjadi, Iran sudah membuka komunikasi kepada Inggris, Australia, dan Jerman. Informasi ini diketahui oleh Washington. Bahwa Iran hanya akan merespons tindakan Israel secara terbatas atas dan tidak akan mengarah pada eklasasi di kawasan.
Bahkan pejabat AS lainnya mengatakan Washington berkomunikasi langsung dengan Iran melalui perantara Swiss dan Iran tidak menyampaikan ancaman melalui saluran ini.
Hal ini yang menyebabkan serangan dari Iran relatif sudah diketahui sejak awal. Tel Aviv mengatakan pada Sabtu serangan akan berlangsung dalam 48 jam kedepan. Waktu yang sangat cukup bagi Tel Aviv dan Washington untuk mengantisipasinya.
Tidak mengherankan, pasukan AS mencegat lebih dari 70 drone serang satu arah dan setidaknya tiga rudal balistik selama serangan Iran terhadap Israel. Rudal balistik tersebut dicegat oleh kapal perang di Laut Mediterania bagian timur menurut sumber pejabat AS yang dilansir CNN.
Rudal balistik tersebut dicegat oleh kapal perang di Laut Mediterania bagian timur.
𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 S𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 W𝐞𝐥𝐥-P𝐫𝐞𝐩𝐚𝐫𝐞𝐝
Ketiga, serangan Iran sangat berbeda dengan Hamas. Apa yang dilakukan Hamas bersama faksi perlawanan di Gaza sangat well-prepared. Mereka menyiapkannya sudah 5 tahun. Sangat rahasia dan terjaga. Tanpa ada bocoran informasi ke Washington, apalagi Israel. Hal ini yang membuat badai Taufan Al-Aqsha pada 7 Oktober lalu sangat efektif melumpuhkan kekuatan Israel.
The Economist mengatakan Hamas melancarkan operasi militer seperti yang tertera dalam buku teks perang. Mereka memulai serangan secara hati-hati terhadap sensor dan komunikasi militer Israel.
Banyak kamera pengintai Israel menjadi sasaran penembak jitu dan berhasil dinonaktifkan oleh Hamas. Perang perangat elektronik juga terlibat dalam operasi Hamas. Serangan komando terhadap markas besar komando Israel di Gaza selatan mengganggu komunikasinya dan mencegah para komandan mengeluarkan sinyal peringatan.
Selanjutnya, puluhan kendaraan dan ratusan personel militer Hamas bergerak menerobos pagar perbatasan yang dibangun penjajah. Serangan tersebut juga memanfaatkan apa yang disebut oleh militer sebagai perang senjata gabungan: roket salvo besar-besaran saat fajar, pergerakan militer di darat, pesawat tempur yang menggunakan pesawat layang bertenaga, dan serangan melalui jalur laut.
Situasi ini sangat berbeda dengan serangan yang dilakukan Iran terhadap Israel.
𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐩𝐚 𝐈𝐫𝐚𝐧 (𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚) 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐫𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐚𝐭𝐚𝐬?
Pertanyaannya kemudian: kenapa serangan yang dilakukan Iran masih dalam taraf terbatas? Penulis menilainya pada empat hal.
Dalam membaca politik luar negeri Iran ada satu prinsip yang kita pegang: bahwa mereka akan lebih me,prioritaskan prinsip memperluas pengaruh ideologinya (Syiah) ketimbang harus berbenturan dengan Israel secara terbuka. Jikapun, Iran mau menyerang lebih kepada serangan terbatas.
Trita Parsi dalam disertasinya The Treacherous Alliance: The Secret Dealings of Israel, Iran, and The US mengatakan Iran memiliki dua kebijakan luar negeri dalam Palestina. Pertama kebijakan retorika. Di mana Iran akan terus mengecam sekeras mungkin setiap tindakan Israel. Tetapi dalam kebijakan operasional, Iran akan tetap menjaga hubungan pragmatismenya dengan Israel.
Iran, kata Parsi, juga lebih mempertimbangkan faktor strategis daripada ideologis. Untuk hal itu, Teheran akan sangat hati-hati untuk merealisasikan perlawanan kepada Tel Aviv. Serangan terbatas mungkin jalan tengah yang diambil Teheran.
Kedua, Iran bukanlah negara yang stabil secara ekonomi. Inflasi masih tinggi di Iran sekitar 35%. Mereka pasti akan mempertimbangkan faktor domestik dalam konteks perang melawan Israel. Apalagi Iran sudah diingatkan akan adanya dampak serangan balik yang sangat besar terhadap Teheran. Narasi-narasi perlawanan Iran terhadap Israel juga kerap dimanfaatkan Teheran untuk meredam desakan domestik.
Ketiga, Iran akan lebih banyak mengandalkan serangan dengan menggunakan proksinya di Timur Tengah seperti Hezbollah, Houthi dan lainnya. Serangan melalui jalur proksi akan lebih irit dana dan menghindari resiko dari revenge yang dilalukan Tel Aviv.
Keempat, Iran jg belom bisa memastikan siapakah sekutunya yang siap membackupnya jika memang mendelarasikan perang terhadap Israel. China saat ini masih fokus pada isu ekonomi dan keteganan terhadap Taiwan dan Laut China Selatan. Rusia masih berperang dengan Ukraine. Sedangkan Korea Utara masih memiliki konflik dengan Israel.
Terlepas dari kondisi-kondisi itu, walaupun Beijing dan Moskow memainkan narasi dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, mereka tidak memiliki riwayat permusuhan kepada Israel. Hubungan ekonomi dan pertahanan di antara mereka masih tetap terjaga.
Dalam pernyataannya, Beijing hanya menyampaikan “keprihatinan yang mendalam” atas eskalasi yang terjadi saat dan meminta pihak-pihak terkait untuk bersikap tenang dan menahan diri untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Serangan Iran ini memang tak menampik menjadi tamparan bagi negeri-negeri Sunni yang dinilai diam terhadap kezaliman Israel, tapi menjadikan Iran pahlwan dalam serangan kilat ini juga terlalu berlebihan. Faksi Brigade Izzudin Al Qassam sudah sangat jauh meninggalkan keduanya soal arti perlawanan terhadap entitas Zionis. Belum lagi jika kita menengok pelanggaran-pelanggaran HAM Iran bersama rezim Assad terhadap warga Suriah.
Wallahu a’lam bishawab
Jawaban pengamat Timur Tengah Dina Sulaeman:
1. Dia membandingkan serangan Iran dengan Hamas, tdk apple to apple. Dia minta Iran turun lgsg ke Gaza, Sebuah ekspektasi aneh, tidak menghitung kalkulasi perang yang rasional. Masa pasukan Iran datang 2000 km ke Gaza, sementara Jordan, Mesir, dkk bebas tugas (bahkan kerjasama dengan Israel).
2. Komunikasi dengan AS didasarkan pada klaim AS. Tidak ada bukti. Bahwa AS dkk mencegat beberapa drone tidak bisa jadi bukti ada komunikasi kerna ancaman balasan sudah dilakukan sejak 1 April dan AS sudah siap siaga sejak itu. Klaim dari Iran,untuk rudal, tidak ada 1 pun yg berhasil dicegat.
Tapi, Iran sebagai strategi sudah memperingatkan negara2-negara di kawasan bahwa akan menyerang, dan mengancam mereka agar tidak bantu Israel. Ini justru agar tidak jatuh korban sipil, beda dengan AS & Israel yg selalu main gempur, dan kalau ada korban sipil tak berdosa, mereka kasih istilah ‘collateral damage’
3. Iran tidak well prepared? Drone tempur & rudal yang mampu mencapai 2000 km itu dibuat tidak dalam 1 malam. Tapi, serangan ke konsulat terjadi 1 April. Mau dibandingkan dengan Palestina yg dijajah 75 th, dan Hamas (yang senjatanya dari Iran, atau buat sendiri tapi dengan dana & teknologi Iran), sungguh aneh.
4. Si penulis ini pakai asumsi ilusi ” Iran di balik layar kerja sama dengan Israel”.. mau dijawab apapun, akan dibantahnya dengang teori konspirasi. Dia jg selalu mengutip buku Trita Parsi yg entah akurat atau tidak terjemahannya. Buku itu disadur dari disertasi Parsi & saya baca naskah disertasinya itu, sama sekali bukan teori konspirasi seperti itu. Riset tentang masa-masa awal tergulingnya Shah dengan narsum sekunder, dibuat di universitas di AS.
5. Iran tidak pakai proxy, tapi membantu perjuangan bangsa-bangsa di tanah mereka sendiri (Hiz melawan Israel di Lebanon, Yaman melawan agresi Saudi di tanah Yaman, Irak melawan ISIS & pasuksn AS yang bercokol di Irak, Hamas dkk yg melawan Israel di tanah Palestina).
6. Iran tidak butuh sekutu China atau Rusia, selama ini juga berjuang dengan ideologinya sendiri (melawan mustakbirin/membela mustadhafin), kadang-kadang sejalan dengan Rusia & China, kadang tidak. Sebagaimana semua negara di dunia, kadang kerja sama kadang tidak. Argumen soal sekutu ini tidak relevan
7. Penulis megatakan Iran & “rezim” Assad melanggar HAM di Suriah, poin ini mengungkapkan posisi dia yang sesungguhnya: seorang pengamat TAKFIRI pendukung terorisme di Suriah.
Oleh: Pizaro Gozali Idrus