Korannusantara, Jakarta – Perhelatan pesta demokrasi terbesar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden usai digelar sebulan lalu, tepatnya pada 14 Februari 2024. Dari serangkaian agenda yang telah dilaksanakan indikasi kecurangan dalam pemilu masih terus bergulir. Anggota legislatif dari fraksi PKS, NasDem, dasn PKB mejadi inisiator hak angket.
PDIP sampai sejauh ini belum tentukan sikap konkret mengusulkan hak angket untuk menuntut adanya penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dalam menjalankan wewenangnya yang berkaitan dengan pemilu.
Dalam upaya pengajuan hak angket partai PDIP telah rampung menuyusun naskah akademik yang berisi 101 halaman. Di sana tertulis poin tututan diantaranya mengenai penyalagunaan prinsip konstitusi terkait dengan keberpihakan dirinya sebagai Presiden terhadap salah satu paslon serta poin pelanggaran prinsip konstitusi berkaitan dengan penyalagunaan anggaran negara.
Selain itu Partai Kebangkitan Bangsa yang juga akan melakukan mengajukan hak angket dalam naskah akademiknya menuliskan point tututan yang berkenaan dengan proses putusan MK soal Batasan usia Calon Wakil Presiden, penggunaan dana bansos melebihi batas anggaran, serta penyalagunaan wewenang oleh sejumlah aparat dalam penggunaan insntrumen hukum.
Guru besar Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand), Asrinaldi mengatakan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran dilihat dari berbagai indikator, salah satunya dalam penyelenggaraan pemilu termasuk yang baru saja terjadi. Sebelumnya, para akademisi dari berbagai kampus di Indonesia berbondong-bondong melakukan manifesto politik yang berisi penolakan terhadap sejumlah indikasi kecurangan pemilu.
”Demokrasi Indonesia, jujur saja, mengalami kemunduran dilihat dari berbagai indikator. Salah satunya adalah pelaksanaan pemilu yang bebas, jujur dan adil. Mengapa kampus mengeluarkan petisinya? Salah satu alasannya adalah melihat penguasa atau elite yang berkuasa sudah keluar dari aturan hukum yang menjadi dasar berdemokrasi bahkan konstitusi “dibajak” untuk menjustifikasi kepentingan politik jangka pendek,”rilis yang dikutip Korannusantara.id dari Tempo.Co Jumat, 15 Maret 2024.
Asrinaldi mengatakan, indikator lain yakni di mana Indonesia yang merupakan negara hukum masih “tebang pilih” dalam menerapkan hukum, sehingga demokrasi di Indonesia belum bisa berjalan baik dan hal tersebut akan menjadi ancaman.
Lebih lanjut, ia menyebutkan pembenahan demokrasi harus dilakukan dengan memperkuat fungsi lembaga demokrasi untuk menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin.
Diterbitkan TEMPO.CO