Jakarta – Anggota DPD RI, KH. Muhammad Nuh, M.SP menyambut rencana pemerintah dan DPR yang akan melakukan perbaikan sistem pemilu. Terutama terkait wacana pelaksanaan pemilihan legislatif yang akan dilakukan simultan dengan pemilihan eksekutif sesuai level pemerintahan seperti disampaikan Mendagri Tito Karnavian.
Karena sebelumnya, M. Nuh juga sudah melemparkan usulan tersebut sebagai evaluasi atas pelaksanaan pileg dan pilpres yang digelar secara serentak dalam dua periode belakangan ini, 2019 dan 2024.
“Bagus itu. Karena dengan demikian, akan berjenjang,” kata M. Nuh dalam keterangan nya, Jum’at, (17/5/2024).

Senator asal Sumatera Utara ini kembali menjelaskan sebaiknya pelaksanaan pemilihan untuk institusi pusat atau nasional, seperti Presiden, DPR RI, dan DPD RI, digelar bersamaan, misalnya pada tahun pertama.
Kemudian tahun kedua, khusus untuk pemilihan lembaga untuk level provinsi, yaitu Gubernur dan DPRD Provinsi. Sedangkan tahun ketiga, pemilihan untuk level kabupaten/kota, yaitu Bupati, Walikota, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Menurutnya, pemilu secara simultan sesuai level pemerintahan dan bertahap atau berjenjang ini akan bisa dijalankan secara maksimal. Sehingga diharapkan tidak akan melelahkan apalagi sampai memakan korban seperti sebelumnya.
“Kalau umpamanya berjenjang (dilaksanakan selama) 3 tahun (berturut-turut), berarti 2 tahun bisa untuk evaluasi dan bisa lebih siap. Saya pikir itu pandangannya,” ucap tokoh agama yang juga pendidik ini.
Selain itu, katanya menambahkan, lembaga-lembaga negara yang terkait dengan pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP juga akan terus berkegiatan selama lima tahun. “Kalau seperti sekarang, pemilu (2024) dan pilkada (serentak 2024) dalam satu tahun, setelah itu empat tahun (KPU, Bawaslu, dan DKPP) ngapain?” katanya mempertanyakan.
Pengasuh Pesantren Al Uswah yang juga Dewan Pertimbangan MUI Sumut ini tidak menampik hal itu tidak akan bisa dilakukan segera. Karena pileg-pilpres baru saja dilaksanakan, dan pilkada serentak sudah di depan mata. Tapi setidaknya dia bersyukur, bahwa sudah ada pemikiran untuk melakukan perbaikan pelaksanaan pemilu.
“Ya tentu saja. Karena ini (pemilihan) sudah (dan) akan dilaksanakan di 2024 ini. Jadi tetap pemilu (Februari) dan pilkada serentak (November). Nanti setelah itu bisa disepakati (kapan dimulai pelaksanaannya),” ungkapnya.
“Tapi prinsipnya, kita dalam demokrasi ini kan terus berproses. Artinya jangan ada yang mengatakan ini (pemilu serentak) permanen. Apalagi kalau kita renungkan, pemilu kemarin itu melelahkan,” demikian tandasnya.
Pada Rabu, 15 Mei 2024 sebelumnya dalam rapat bersama Komisi II DPR, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung DPR, Jakarta, Mendagri Tito Karnavian mengatakan, pemerintah setuju sistem kepemiluan harus didesain ulang. Salah satunya adalah dengan memisahkan pelaksanaan pilpres dan pileg dalam pemilu.
Dalam kesempatan itu Tito juga mengaku sempat mempertanyakan kenapa pelaksanaan pileg dan pilkada berbeda tanggal, padahal sama-sama di wilayah provinsi, kota, dan kabupaten. Karena dia pun sempat berpikir terkait pemilu dilaksanakan secara simultan.
“Saya juga waktu itu berpikir kenapa pileg ini disamakan DPRD-nya provinsi kabupaten/kota sama, pilkadanya beda. Kenapa enggak yang nasional simultan dengan nasional, provinsi pilkada (simultan) dengan (pileg) provinsi. Karena mereka mitranya adalah itu. Ini waktunya beda antara mitra yang ikut rezim tanggal 14 Februari, pilkadanya ikuti rezim 27 November,” ujarnya.