Jakarta – Kelompok Masyarakat yang menamai diri sebagai Gerakan Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau yang disingkat dengan (GERANAT Perempuan), resmi melaporkan oknum dengan inisial MY, ke Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) atas kasus dugaan pencabulan terhadap pasiennya,” kata Hidayat dalam keterangan nya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/4/2024).

Menurutnya, bahwa sesuai dengan Undang-undang Kejahatan Kekerasan Seksual No. 12 Tahun 2022, Pasal 85 keterlibatan masyarakat dan keluarga memungkinkan rakyat buat berpartisipasi pada pencegahan, dukungan, pemulihan dan pemantauan kejahatan kekerasan seksual. Dalam hal ini peran masyarakat sangat penting untuk mencegah terjadinya kejahatan kekerasan seksual.
“Maka untuk itu, dengan ini kami sudah melaporkan dan mengadukan terjadinya pelanggaran sumpah dokter dan etik kedokteran Indonesia oleh MY, yang pernah bertugas sebagai dokter spesialis ortopedi pada Rumah Sakit Bunda Jakabaring-Palembang,” ujar nya.
Menurut hemat dia, oknum dokter tersebut diduga telah melakukan pelanggaran yang serius atas sumpahnya sebagai dokter, khususnya sumpah dokter pada butir 2, 3, dan 11 yang berbunyi sebagai berikut:
a) Butir 2 sumpah; Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
b) Butir 3 sumpah; Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
c) Butir 11 sumpah; Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
“Sedangkan dari segi Kode Etik Kedokteran Indonesia, oknum dokter tersebut telah secara nyata melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kode etik kedokteran (KEK) yang berbunyi sbb:
Pasal 1- KEK: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2- KEK: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Dan Pasal 7c-KEK: Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga ke percayaan pasien,” terang nya.
Untuk diketahui, bahwa kasus ini sudah diproses di Polda Sumsel dan ditangani oleh Subdit PPA Ditreskrimum Polda Sumsel, dan kemudian berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Subdit IV Renakta kepada kuasa hukum korban diketahui bahwa MY statusnya sudah jadi tersangka terhitung tanggal 19 April 2024.
“Bahwa dengan ditetapkannya oknum dokter tersebut sebagai tersangka oleh Polda Sumsel atas dugaan tindak pidana pelecehan seksual artinya penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana dan tedapat 2 (dua) alat bukti yang cukup sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP,” imbuh Hidayat.
Bahwa oknum dokter tersebut, diduga telah menyalahgunakan tugas dan tanggungjawab profesi selaku tenaga medis atau kesehatan (dokter). Dengan demikin oknum dokter tersebut tidak menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan nya sebagai dokter. Serta tidak memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi, sekaligus tidak mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia,” ucap nya.
Kuasa hukum oknum dokter tersebut menyatakan bahwa telah terjadi suatu perdamaian antara korban dan oknum dokter untuk tidak melanjutkan lagi permasahalan ini dikarenakan alasan esensial. Kami menganggap ini ingin dikesankan seolah-olah laporan polisi atas dugaan pelecehan seksual tersebut adalah karena kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
“Bahwa meskipun telah terjadi perdamaian antara korban dan oknum dokter tersebut, Kami berharap kasus tersebut akan tetap berlanjut karena kasus pelecehan seksual bukan delik aduan sehingga perkara tersebut tidak dapat dicabut. Sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yakni Pasal 6a, 6b, dan Pasal 15,” ujar nya.
Bahwa atas dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh oknum dokter itu pada saat menjalankan tugas profesinya artinya dia tidak menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter dan tidak melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi, serta sudah mengingkari kepercayaan pasien. Dengan demikian kami sangat meragukan integritas dan profesionalitas dia sebagai dokter.
Oleh karenanya, kami membuat laporan dan pengaduan ini, agar kiranya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI memeriksa laporan kami serta membuat keputusan yang menyatakan Pertama, Teradu yaitu oknum dokter telah bersalah melakukan pelanggaran sumpah dokter dan ketentuan kode etik kedokteran Indonesia, Kedua, memberhentikan oknum dokter secara permanen dari Keanggotaan IDI dan terakhir menjatuhkan sanksi etik kepada oknum dokter tersebut berupa sanksi pencabutan surat ijin prakteknya, demikian ,” tutupnya.