Korannusantara.id, Jakarta – Amicus Curiae adalah istilah dalam hukum yang mengacu pada pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam suatu perkara hukum, namun memberikan masukan atau pendapat kepada pengadilan atau hakim demi kepentingan umum atau demi memperjelas suatu isu hukum.
Amicus Curiae, yang berarti “teman pengadilan” dalam bahasa Latin, adalah konsep hukum yang memungkinkan pihak luar yang memiliki kepentingan atau keahlian terkait dengan suatu perkara hukum, untuk menyampaikan pandangan atau informasi tambahan kepada pengadilan.
Tujuannya adalah agar pengadilan atau hakim memperoleh perspektif yang lebih lengkap dan komprehensif sebelum membuat keputusan akhir.
Keikutsertaan amicus curiae dalam suatu proses peradilan bersifat sukarela dan tidak terikat dengan pihak-pihak yang bersengketa. Amicus curiae dapat berasal dari individu, organisasi nirlaba, asosiasi profesi, atau bahkan pemerintah yang merasa memiliki kepentingan atau keahlian yang relevan dengan isu hukum yang sedang dibahas.
Peran amicus curiae dianggap penting karena dapat membantu hakim untuk mempertimbangkan berbagai perspektif, fakta, dan argumen yang mungkin luput dari perhatian pihak-pihak yang bersengketa. Dengan demikian, diharapkan keputusan hukum yang dihasilkan dapat lebih adil, komprehensif, dan bermanfaat bagi kepentingan umum.
Penggunaan dalam kasus sengketa hak asasi manusia terkait kebebasan beragama misalnya, sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada isu tersebut dapat bertindak sebagai amicus curiae dan menyampaikan pandangan serta bukti-bukti terkait dampak putusan pengadilan terhadap masyarakat.
Contoh lain, dalam kasus sengketa lingkungan, asosiasi ilmuwan lingkungan dapat berperan sebagai amicus curiae untuk memberikan penjelasan ilmiah yang komprehensif kepada pengadilan.
Terkait hukum tata negara, contoh peran Amicus Curiae dapat dilihat di kasus Citizens United v. Federal Election Commission (2010). Mahkamah Agung AS harus memutuskan apakah pembatasan pengeluaran iklan politik oleh perusahaan dan serikat dagang dalam kampanye pemilu merupakan pelanggaran terhadap Amandemen Pertama Konstitusi AS tentang kebebasan berpendapat.
Salah satu Amicus Curiae yang terlibat adalah American Civil Liberties Union (ACLU). Dalam argumennya, ACLU menyatakan bahwa, “Pemerintah tidak boleh membatasi pengeluaran independen untuk komunikasi politik hanya karena pembicara adalah perusahaan atau serikat dagang.
Hal ini melanggar Amandemen Pertama yang melindungi kebebasan berpendapat, terlepas dari apakah pembicara adalah individu, asosiasi, atau badan usaha.
“ACLU melanjutkan bahwa, membatasi pengeluaran politik perusahaan dan serikat dagang sama saja dengan membatasi suara mereka dalam perdebatan publik. Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kebebasan berpendapat.”
Mahkamah Agung akhirnya memutuskan dalam putusan 5-4 bahwa pembatasan pengeluaran iklan politik oleh perusahaan dan serikat dagang melanggar Amandemen Pertama. Putusan dimaksud dianggap sangat dipengaruhi oleh argumen Amicus Curiae, termasuk dari ACLU tersebut.
Contoh lain adalah keterlibatan ACLU sebagai Amicus Curiae dalam kasus Obergefell v. Hodges (2015) yang mengakui perkawinan sesama jenis di seluruh Amerika Serikat.
Dalam kasus ini, ACLU bertindak sebagai amicus curiae dan menyampaikan argumentasi yang mendukung hak pasangan sesama jenis untuk menikah secara resmi di seluruh yurisdiksi federal AS.
Sebagai organisasi advokasi hak sipil terkemuka, ACLU menyajikan perspektif dan analisis komprehensif terkait implikasi putusan Mahkamah Agung terhadap hak-hak konstitusional warga negara. Keterlibatan ACLU sebagai amicus curiae dianggap sangat berpengaruh, terbukti dari putusan Mahkamah Agung yang mengakui perkawinan sesama jenis di seluruh Amerika Serikat.
Berikut adalah kutipan langsung dari argumen Amicus Curiae yang disampaikan oleh American Civil Liberties Union (ACLU) dalam kasus Obergefell v. Hodges (2015) yang mengakui perkawinan sesama jenis di seluruh Amerika Serikat:
“Marriage is a fundamental right under the Constitution. It is a critical social institution that provides invaluable emotional, economic, and social benefits not only to couples, but to children and society as a whole.
Extending the right to marry to same-sex couples would further the government’s interest in promoting stable and committed relationships, and would not undermine or devalue opposite-sex marriages in any way.”
“Excluding same-sex couples from civil marriage violates the core constitutional guarantees of due process and equal protection. It denies same-sex couples the same dignity, respect, and societal recognition afforded to opposite-sex couples, and perpetuates the stigma and discriminatory treatment that gay and lesbian individuals have endured for decades.”
“Allowing loving, committed same-sex couples to marry would be consistent with our nation’s longstanding tradition of expanding the right to marry to previously excluded groups, from interracial couples to individuals previously denied the right due to property requirements or poll taxes. This expansion has strengthened, not weakened, the institution of marriage.”
“The exclusion of same-sex couples from civil marriage serves no legitimate government interest. It does not protect or strengthen opposite-sex marriages, and it causes significant and tangible harms to same-sex couples and their families. Accordingly, this exclusion violates the Constitution’s guarantees of due process and equal protection.”
(Perkawinan adalah hak mendasar berdasarkan Konstitusi).
Ini adalah lembaga sosial yang sangat penting yang memberikan manfaat emosional, ekonomi, dan sosial yang tak terhingga tidak hanya bagi pasangan, tetapi juga bagi anak-anak dan masyarakat secara keseluruhan.
Memperluas hak untuk menikah bagi pasangan sesama jenis akan lebih mempromosikan kepentingan pemerintah dalam memajukan hubungan yang stabil dan berkomitmen, dan tidak akan merusak atau menurunkan nilai perkawinan pasangan heteroseksual dengan cara apa pun.”
“Mengecualikan pasangan sesama jenis dari perkawinan sipil melanggar jaminan konstitusional inti tentang proses hukum yang adil dan perlindungan yang setara. Hal itu mengingkari pasangan sesama jenis akan martabat, rasa hormat, dan pengakuan sosial yang diberikan kepada pasangan heteroseksual, serta melestarikan stigma dan perlakuan diskriminatif yang telah dialami oleh individu gay dan lesbian selama bertahun-tahun.
“Memungkinkan pasangan sesama jenis yang saling mencintai dan berkomitmen untuk menikah akan sejalan dengan tradisi panjang bangsa kita tentang memperluas hak untuk menikah bagi kelompok-kelompok yang sebelumnya dikecualikan, mulai dari pasangan berbeda ras hingga individu yang sebelumnya dikecualikan hak tersebut karena persyaratan harta benda atau pajak suara. Perluasan ini telah memperkuat, bukan melemahkan, institusi perkawinan.”
“Pengecualian pasangan sesama jenis dari perkawinan sipil tidak melayani kepentingan pemerintah yang sah. Hal itu tidak melindungi atau memperkuat perkawinan heteroseksual, dan menyebabkan kerugian signifikan dan nyata bagi pasangan sesama jenis dan keluarga mereka. Dengan demikian, pengecualian ini melanggar jaminan proses hukum yang adil dan perlindungan yang setara menurut Konstitusi.)
Kesimpulan dari contoh-contoh di atas adalah bahwa peran Amicus Curiae dalam kasus-kasus hukum dianggap penting untuk memberikan perspektif dan analisis komprehensif. Terkait tata negara terutama demi memperkuat prinsip-prinsip konstitusional dan demokrasi.
Prinsip Amicus Curiae
Meskipun masukan amicus curiae tidak mengikat hakim secara hukum, kontribusinya dapat memiliki pengaruh signifikan terhadap pertimbangan dan keputusan akhir pengadilan. Oleh karena itu, peran amicus curiae dianggap penting dalam menjaga prinsip-prinsip keadilan dan transparansi dalam proses peradilan.
Agar Amicus Curiae tidak disalahgunakan, pertama penting untuk menjaga independensi dan netralitas amicus curiae agar mereka benar-benar bertindak demi kepentingan umum, bukan semata-mata untuk kepentingan salah satu pihak.
Pengadilan harus waspada terhadap kemungkinan amicus curiae yang dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Amicus curiae harus memiliki keahlian dan kompetensi yang relevan dengan isu hukum yang sedang dibahas. Kontribusi mereka harus bersifat substantif dan dapat memperkaya pertimbangan pengadilan, bukan sekadar retorika atau propaganda.
Proses pengajuan amicus curiae harus transparan, dengan mengungkapkan informasi terkait identitas, afiliasi, dan sumber pendanaan mereka. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan peran amicus curiae oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tersembunyi.
Pengadilan juga harus menetapkan batasan yang jelas terkait peran dan ruang lingkup amicus curiae agar mereka tidak mencampuri atau mengintervensi proses peradilan secara berlebihan. Masukan amicus curiae harus bersifat advisory, bukan mengikat secara hukum.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan penggunaan amicus curiae dalam sistem peradilan dapat memberi kontribusi positif tanpa disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Pengawasan yang ketat dari pengadilan dan publik juga diperlukan untuk menjaga integritas lembaga peradilan.
Amicus Curiae Ketua Umum Partai PDIP
Dalam naskah yang merupakan surat pernyataan sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) dalam sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 yang sedang diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi, Megawati Soekarnoputri menyampaikan beberapa hal penting:
1. Latar belakang dan kepentingannya sebagai warga negara yang prihatin terhadap proses demokrasi di Indonesia.
2. Harapan agar Mahkamah Konstitusi dapat mengembalikan kepercayaan publik dan menegakkan keadilan yang hakiki dalam memutus sengketa Pilpres.
3. Pemahaman Megawati tentang peran dan tanggung jawab hakim Mahkamah Konstitusi sebagai negarawan yang menjunjung tinggi konstitusi dan demokrasi.
4. Kritik terhadap praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam Pilpres 2024 yang dinilai melanggar etika kepemimpinan.
5. Rekomendasi agar hakim Mahkamah Konstitusi memiliki sikap kenegarawanan dan berpedoman pada nilai-nilai kebenaran dalam memutus perkara.
Kutipan naskah pada pokoknya menyampaikan:
1. Peran Megawati sebagai Amicus Curiae: “Saya, Megawati Soekarnoputri, lahir pada tanggal 23 Januari 1947 dan bertempat tinggal di jalan Teuku Umar No. 27, Menteng, Jakarta Pusat, mengajukan diri sebagai Sahabat Pengadilan.”
2. Pentingnya independensi, integritas, dan kenegarawanan hakim Mahkamah Konstitusi: “Dengan mencermati kuatnya pengaruh politik kekuasaan yang saat ini mencoba menyentuh independensi MK, saya berharap agar MK mampu menghadapi dua ujian besar.”
3. Kritik terhadap praktik penyalahgunaan kekuasaan dalam Pilpres 2024: “Dengan mencermati berbagai laporan tersebut, kemampuan Mahkamah Konstitusi di dalam menyelesaikan sengketa pemilihan umum tentu menjadi tolok ukur bagi peningkatan kualitas demokrasi. Sebab, kecurangan tanpa efek jera akan semakin mematikan demokrasi.”
4. Rekomendasi Megawati tentang pedoman kebenaran bagi hakim Mahkamah Konstitusi: “Saya mencoba meramu dari pengalaman hidup saya yang sangat lengkap, baik sebagai anak presiden; menjadi rakyat biasa akibat peristiwa politik 1965; menjadi ibu rumah tangga; maupun memenuhi tanggung jawab sejarah sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, wakil presiden, presiden, dan kembali lagi memenuhi kodrat makna hidup ‘Cakra Manggilingan’ (roda kehidupan yang berputar).”
5. Upaya Megawati untuk memperkuat peran Mahkamah Konstitusi: “Karena itulah keputusan para hakim MK yang mengadili sengketa Pilpres tersebut, yakni Dr. Suhartoyo, S.H., M.H, Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S., Prof. Dr. Saldi Isra, S.H., Prof Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H., Dr. Ridwan Mansyur, S.H., De. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H., dan Dr. H. Arsul Sani, S.H., M. Si, Pr.M., akan dicatat dalam sejarah bangsa.”
Mengingat Megawati Soekarnoputri masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mungkin muncul pertanyaan, “Bagaimana peran potensial Amicus Curiae Megawati terkait hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, dimana calon yang diusung Partainya merupakan pihak yang kalah?” Beberapa hal mesti dipertimbangkan:
Dalam situasi seperti itu, integritas dan netralitas Amicus Curiae akan menjadi sorotan utama. Penting bagi Amicus Curiae untuk benar-benar bertindak demi kepentingan umum, bukan semata-mata untuk membantu salah satu pihak yang bersengketa. Megawati harus mampu menyajikan argumentasi yang objektif dan berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
Amicus Curiae juga dituntut memiliki kredibilitas dan keahlian yang terkait langsung dengan isu hukum pemilihan umum dan proses peradilan di Mahkamah Konstitusi. Kontribusi mereka harus bersifat substantif dan dapat memperkaya pertimbangan hakim, bukan sekadar retorika politik.
Proses pengajuan Amicus Curiae harus transparan, dengan mengungkapkan informasi terkait identitas, afiliasi, dan sumber pendanaan mereka. Hal ini penting untuk mencegah kemungkinan Amicus Curiae yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dengan kepentingan tersembunyi.
Mahkamah Konstitusi juga perlu menetapkan batasan yang jelas terkait peran dan ruang lingkup Amicus Curiae agar mereka tidak mencampuri atau mengintervensi proses peradilan secara berlebihan. Masukan itu harus dipandang hanya bersifat advisory, bukan mengikat secara hukum.
Terakhir adalah pertimbangan dampak sosial-politik. Dalam kasus sensitif terkait hasil pemilu presiden dan wakil presiden, Mahkamah Konstitusi harus mempertimbangkan dengan saksama dampak sosial-politik yang mungkin ditimbulkan oleh putusan pengadilan, termasuk potensi reaksi publik.
Kontribusi Amicus Curiae dapat membantu hakim dalam memetakan implikasi yang lebih luas. Namun bisa sebaliknya, Amicus Curiae Megawati dianggap mengacaukan karena merupakan pihak yang kurang lebih terlibat dengan dan berdampak oleh keputusan.
Sejatinya, peran Amicus Curiae harus ditempatkan dalam kerangka menjaga integritas dan legitimasi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan yang independen. Pengadilan harus mampu mempertahankan kepercayaan publik terhadap proses dan hasil peradilan, terlepas dari preferensi politik tertentu.
Secara keseluruhan, keterlibatan Amicus Curiae Megawati menantang perlunya penyelesaian kasus ditempatkan dalam konteks memperkuat prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Pengadilan harus mampu mempertimbangkan berbagai perspektif dengan bijaksana demi mencapai putusan yang seadil-adilnya tanpa dampak sosial-politik yang gegabah.
Oleh: Peri Farouk