Jakarta – Perselisihan bisnis antara PT Mandau Jaya Kontrindo (Makon) dan PT Asianet Media Teknologi (Asianet) terkait proyek pembangunan jaringan fiber optik Indosat Ooredoo Hutchison kini berlanjut ke ranah hukum. PT Mandau Jaya Kontrindo resmi mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Asianet di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perkara ini terdaftar dengan nomor 323/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst pada 13 Oktober 2025 dan saat ini tengah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Makon tercatat sebagai pihak pemohon, sementara Asianet sebagai termohon.
Kasus tersebut berawal dari kerja sama pembangunan jaringan Fiber To The Home (FTTH) di sejumlah wilayah proyek Indosat Ooredoo Hutchison, terutama di Jawa Tengah dan Bali.
Kuasa hukum PT Mandau Jaya Kontrindo, Dzar Azhari, S.H., LL.M dan Axel Agahari, S.H., menjelaskan bahwa pihaknya telah menyelesaikan seluruh pekerjaan administratif sesuai permintaan Asianet.
“Seluruh pekerjaan kami sudah rampung dan diserahkan sebagaimana mestinya. Berdasarkan kesepakatan awal, pembayaran seharusnya dilakukan penuh setelah dokumen diterima tanpa menunggu pekerjaan fisik selesai. Namun di tengah proses penagihan, terjadi pergantian manajemen di tubuh Asianet yang berimbas pada perubahan sejumlah komitmen,” ujar Dzar Azhari dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Pihak Makon menilai persoalan ini telah berlangsung lebih dari dua tahun tanpa kejelasan. Pergantian direksi dan kebijakan internal di Asianet disebut menjadi penyebab tertundanya pembayaran atas pekerjaan yang telah diselesaikan. Karena tidak menemui titik temu, Makon akhirnya menempuh jalur hukum melalui mekanisme PKPU untuk memperoleh kepastian hukum dan penyelesaian kewajiban keuangan secara resmi.
“Langkah ini kami tempuh bukan untuk memperpanjang konflik, melainkan agar proses penyelesaian dilakukan secara terbuka dan sesuai mekanisme hukum yang berlaku,” tambah Axel Agahari.
Kasus ini turut menjadi perhatian karena berkaitan dengan proyek infrastruktur digital yang mendukung perluasan jaringan telekomunikasi nasional. Sengketa tersebut juga dinilai mencerminkan pentingnya tata kelola bisnis yang profesional serta kepastian kontrak dalam proyek strategis di sektor telekomunikasi dan infrastruktur digital.











