KORANNUSANTARA.ID –Jakarta, Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menggelar aksi nasional (16/5) dipatung kuda , Jakarta.
aksi nasional tersebut bertema “Reformasi di Persimpangan Jalan: #IndonesiaDarurat” sebagai bentuk keprihatinan dan peringatan keras atas memburuknya kualitas demokrasi, supremasi sipil, dan keadilan sosial di Indonesia. Aksi ini dipusatkan di Jakarta dan digelar serentak di berbagai daerah oleh ribuan mahasiswa yang menuntut perbaikan serius terhadap arah penyelenggaraan negara.
PP KAMMI menilai bahwa semangat reformasi 1998 telah dikhianati oleh praktik kekuasaan yang kembali menunjukkan watak otoriter dan anti-demokrasi. Revisi Undang-Undang TNI yang membuka ruang kembalinya peran militer dalam ranah sipil menjadi sorotan utama. KAMMI menegaskan bahwa upaya ini merupakan kemunduran sejarah yang mengancam masa depan demokrasi di Indonesia.

Ketua Umum PP KAMMI, Ahmad Jundi KH, menegaskan bahwa mahasiswa tidak akan tinggal diam ketika kekuasaan mulai melampaui batas.
“Reformasi adalah amanat sejarah yang tidak boleh direduksi menjadi seremoni. Jika negara mulai lupa, mahasiswa wajib mengingatkan. Dan bila perlu, mengguncang,” tegas Jundi.
KAMMI juga menyoroti telegram Panglima TNI yang memerintahkan jajarannya mengamankan kejaksaan tinggi dan negeri. Kebijakan ini dinilai menciptakan preseden buruk dalam hubungan sipil-militer serta mengaburkan batas antara pertahanan negara dan penegakan hukum sipil.
Aksi ini juga menyampaikan kekhawatiran atas meningkatnya kekerasan aparat terhadap rakyat, penyempitan ruang kebebasan sipil, kriminalisasi terhadap aktivis, serta lemahnya komitmen negara dalam pemberantasan korupsi. KAMMI menyebut bahwa sejak 2019 hingga 2025, tindakan represif terhadap mahasiswa dan masyarakat yang bersuara kritis terus berulang.
Arsandi, Kepala Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, menambahkan bahwa Indonesia kini menghadapi kondisi darurat multidimensi, mulai dari ekonomi, demokrasi, hingga supremasi hukum.
“Negara ini tidak hanya menghadapi krisis ekonomi, tapi juga krisis demokrasi. Kebebasan sipil dibungkam, korupsi merajalela, dan oligarki menguasai proses legislasi. Presiden harus turun tangan sebelum kepercayaan rakyat lenyap,” tegas Arsandi.
KAMMI menilai bahwa parlemen dan lembaga penegak hukum telah kehilangan independensinya, terlihat dari disahkannya berbagai undang-undang kontroversial secara kilat tanpa keterlibatan publik yang memadai. UU Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara, dan revisi UU TNI adalah contoh nyata bagaimana suara rakyat diabaikan demi kepentingan elite.
Melalui aksi nasional ini, PP KAMMI menyampaikan tujuh tuntutan utama kepada Presiden dan lembaga negara:
1. Menolak kembalinya Dwifungsi TNI dan revisi UU TNI.
2. Mengecam tindakan represif aparat dan menolak RUU Polri.
3. Menuntut jaminan atas kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
4. Mendesak Presiden menerbitkan Perppu Perampasan Aset demi memberantas korupsi.
5. Menuntut penuntasan pelanggaran HAM berat secara adil dan transparan.
6. Mendorong keadilan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja layak.
7. Menghentikan praktik legislasi kilat tanpa partisipasi publik.
PP KAMMI menegaskan bahwa gerakan ini bukan akhir, tetapi awal dari gelombang perlawanan moral mahasiswa untuk menjaga semangat reformasi.
“Kami tidak menuntut kekuasaan, kami menuntut keadilan. Dan selama keadilan belum hadir, mahasiswa akan terus bersuara,” pungkas Ahmad Jundi KH.