Nusantara.id – Jakarta, Raib-nya 100 ton kurma dari Raja Salman menjadi tanda tanya besar. Kurma raja salman yang dibagikan arab saudi untuk takjil berbuka umat islam di indonesia, menjadi santunan bagi masyarakat luas justru terkesan eksklusif, hanya mengalir ke segelintir organisasi besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Pernyataan dari pegawai Kemenag menyebutkan bahwa distribusi telah dilakukan kepada dua organisasi tersebut, namun tanpa ada transparansi mengenai mekanisme pembagian dan siapa saja penerima manfaatnya.
Kementerian Agama (Kemenag) kembali disorot karena pola distribusi yang sama terus berulang: minim keterbukaan, akses terbatas, dan tidak menyentuh masyarakat luas yang seharusnya menjadi prioritas.
Bantuan untuk Umat, Tapi Hanya untuk Segelintir?
Setiap tahun, Arab Saudi mengirimkan bantuan kurma untuk masyarakat Indonesia. Namun, alih-alih didistribusikan secara luas dan merata, pembagiannya hanya diberikan kepada kelompok-kelompok tertentu tanpa skema yang jelas.
Banyak masyarakat yang merasa tidak mendapatkan akses informasi terkait pembagian ini.
“Kami tidak tahu-menahu soal bantuan ini. Kalau memang ada, mengapa distribusinya tertutup? Sepertinya hanya yang dekat dengan ormas besar yang bisa menikmatinya,” ujar seorang warga yang kecewa.
Oraganisasi pemuda Tak Direspons, Kemenag Bungkam?
Tidak hanya masyarakat, organisasi seperti Indonesia Youth Eficentrum (IYE) juga mengalami kesulitan mengakses bantuan ini. Seminggu sebelum Ramadan, IYE telah mengajukan permohonan resmi kepada Kemenag untuk ikut serta dalam distribusi. Namun, hingga kini tidak ada respons, tidak ada transparansi, dan tidak ada kejelasan.
Jika organisasi yang telah mengikuti prosedur resmi saja diabaikan, apakah bantuan ini memang hanya diperuntukkan bagi jaringan tertentu yang lebih diutamakan?
Publik Menuntut Transparansi!
Kemenag tidak bisa terus-menerus menghindar dari kritik yang sama setiap tahun. Jika distribusi ini memang adil dan merata, mengapa tidak ada publikasi resmi mengenai daftar penerima? Jika tidak ada yang ditutup-tutupi, mengapa ada organisasi yang memenuhi prosedur tetapi tetap diabaikan?
Masyarakat kini menuntut:
Publikasi daftar penerima bantuan secara terbuka dan detail.
Mekanisme pengaduan bagi pihak yang merasa tidak mendapatkan akses.
Sistem distribusi yang lebih inklusif, bukan hanya untuk ormas besar.
Jika Kemenag tidak segera mengambil langkah konkret, publik hanya bisa bertanya-tanya:
Apakah 100 ton kurma ini benar-benar untuk masyarakat luas, atau hanya untuk segelintir elite?
Kami menilai Kementerian Agama belum mengindahkan Asta Cita Bapak Presiden Prabowo, khususnya dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan berpihak kepada seluruh masyarakat.