Korannusantara.id – Labuhanbatu, Sejumlah mahasiswa dan masyarakat Padang Halaban, yang tergabung dalam Front Mahasiswa dan masyarakat KTPHS menggelar mimbar bebas di Simpang Enam, Jl. Jenderal Sudirman, Rantauprapat, Kec. Rantau Utara, Kab. Labuhanbatu, Sumatera Utara pada Rabu (5/3/2025).
Aksi mimbar bebas yang dimulai sejak pukul 14:30 siang itu digerakkan oleh berbagai mahasiswa yang berasal dari GMNI, GPM, SPM, IYE serta lembaga lainnya, dan masyarakat yang ada daerah konflik di tanah Kelompok Tani Padang Halaban (KTPHS), Kabupaten Labuhanbatu Utara, aksi itu dikawal sejumlah aparat kepolisian Labuhanbatu.
Para mahasiswa membentangkan spanduk dan pamflet bertuliskan “Kami Bersama Padang Halaban (KTPHS) Hentikan Penggusuran di Padang Halaban dan Hormati Hak Asasi Manusia (HAM). Setiap perwakilan mahasiswa bergantian menyampaikan orasi maupun menyampaikan Kronologi Sejarah Desa yang hilang di Padang Halaban dan keresahan atas kondisi yang terjadi saat ini.
Dalam aksi itu, mereka menekan sejumlah lembaga pemerintahan agar tidak melakukan penggusuran di perkebunan Padang Halaban dan agar menarik seluruh aparat kepolisian dan TNI dari area tersebut. Apabila tindakan ini tidak dilakukan, kami khawatir akan terjadi kekerasan yang sangat masif dan terjadi kembali pelanggaran HAM berat di perkebunan Padang Halaban, untuk kesekian kalinya.
“Kami Warga KTPHS yang terdiri dari enam Desa merupakan korban penggusiran orang secara paksa (penggusuran) yang terjadi pada tahun 1969-1970, yaitu Desa Sidomulyo, Desa Karang Anyar, Desa Sidodadi/Aek Korsik, Desa Purworejo/Aek Ledong, Desa Kartosentono/Brussel, dan Desa Sukadame/Panigoran. Luas keseluruhan dari desa tersebut lebih kurang adalah 3000 hektar. Warga telah menempati dan bermukim di wilayah ini sejak masa Pendudukan Jepang. Wilayah yang pada mulanya merupakan area perkebunan sawit dan karet milik perusahaan asal Belanda – Belgia selama periode penjajahan Belanda, secara perlahan berubah menjadi dusun-dusun dan area pertanian rakyat,” ucap Aan Sagita, Sekretaris KTPHS, dalam keterangan Persnya.
Lanjutnya, “Akan tetapi, pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan lebih berpihak kepada kepentingan kapital daripada kepentingan rakyat malah menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) yang mencakup area pemukiman dan pertanian rakyat di Perkebunan Padang Halaban. Sejak tahun 1970, berbagai upaya untuk mendapatkan keadilan telah dilakukan oleh warga Perkebunan Padang Halaban, namun tetap tanah yang diperjuangkan tidak kunjung dikembalikan. Akibat kebuntuan proses dan tidak mendapatkan kepastian, hingga pada tahun 2009, secara kolektif perwakilan dari enam desa warga perkebunan Padang Halaban menduduki area yang merupakan bekas desa mereka seluas 83,5 hektar dari keseluruhan 3000 hektar, yang saat itu telah menjadi HGU dari PT. SMART,” terang Aan Sagita.
Wiwi Malpino, selaku koordinator aksi menyatakan saat ini Kelompok Tani Padang Halaban sedang tidak baik-baik saja. Ia menyatakan agar semua elemen masyarakat harus bersuara atas perikemanusiaan dan ketidakadilan yang menimpa warga asli Kampung Baru Sidomukti, Padang Halaban.
“KTPHS sedang tidak baik-baik saja. Mari kita menyerukan keadilan. Pemerintah Indonesia seharusnya hadir dan bertanggungjawab atas segala bentuk yang dialami warga asli Kampung Baru Sidomukti, Padang Halaban,” papar Wiwi dalam orasinya.
Dalam aksi mimbar tersebut mereka juga membacakan lima point tuntutan, sebagai berikut:
1. PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology (PT. SMART) agar menghentikan seluruh proses penggusuran di Perkebunan Padang Halaban, terlebih lagi waktu yang di bulan Suci Ramadhan;
2. Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia menarik mundur pasukan yang sudah diterjunkan di Perkebunan Padang Halaban;
3. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memberi perlindungan terhadap hak atas lahan warga Padang Halaban serta mencabut izin Hak Guna Usaha (HGU) yang telah diberikan kepada PT SMART.
4. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan pemantauan dan menjamin perlindungan HAM kepada warga Perkebunan Padang Halaban, serta meminta pihak Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia menarik pasukannya dari Padang Halaban.
5. Pengadilan Negri Rantauprapat untuk tidak melakukan Eksekusi di Perkebunan Padang Halaban atas pertimbangan Kemanusiaan terlebih lagi di Bulan Suci Ramadhan.
Adapun sebagai harapan mereka kepada pemerintah Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk benar-benar membuktikan, membantu segala kepentingan masyarakat, khususnya warga Kampung Baru Sidomukti, Padang Halaban, untuk memberikan status kepastian hukum atas hak obyek tanah warga di wilayah Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu Utara.