Korannusantara.id – Medan, Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menetapkan empat pulau di wilayah Aceh sebagai bagian dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menuai kecaman dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari politisi Partai Demokrat asal Medan, Arief Tampubolon, yang menilai keputusan tersebut berpotensi memicu konflik horizontal antara masyarakat Aceh dan Sumut.
Tito harus membatalkan keputusannya tersebut. Segera keluarkan keputusan susulan untuk menganulir pengalihan 4 pulau Aceh ke Sumut,” tegas Arief kepada media, Senin (9/6/2025).
Keputusan yang dimaksud adalah Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang pemberian dan pemutakhiran kode serta data wilayah administrasi pemerintah dan pulau.
Menurut Arief, keputusan ini penuh kejanggalan dan menimbulkan banyak kecurigaan. Ia juga mempertanyakan dasar keluarnya keputusan tersebut yang dinilainya tidak transparan.
Tidak mungkin keputusan Mendagri itu keluar jika tidak ada permintaan. Jadi, wajar jika kami curiga ada agenda tersembunyi di balik pengalihan empat pulau itu ke Sumut,” ujarnya.
Arief yang juga merupakan alumni Lemhannas RI menilai, keputusan Mendagri itu tidak mempertimbangkan sejarah, adat, dan kearifan lokal masyarakat Aceh dan Sumut yang selama ini hidup berdampingan dengan damai.
Tito saya rasa tidak memahami sejarah dan kultur masyarakat Aceh dan Sumut. Jika tidak segera dibatalkan, keputusan ini bisa merusak hubungan antarmasyarakat,” tambahnya.
Tak hanya menyasar Mendagri, Arief juga mengingatkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution agar bersikap bijak dan tidak mengejar ambisi wilayah.
Pulau-pulau yang ada di Sumut seperti Pulau Nias juga sangat potensial jika dikelola dengan baik. Bahkan bisa lebih bagus dari Bali. Jadi tidak perlu ambisius terhadap 4 pulau Aceh itu,” tegasnya.
Menurut Arief, jika Bobby memiliki visi yang besar, maka fokus pembangunan dan pengelolaan daerah seharusnya diarahkan ke wilayah yang memang sudah berada dalam administratif Sumut, bukan mengambil wilayah yang historisnya milik Aceh.
