Korannusantara.id – Sleman, Yogyakarta, Pondok Pesantren Ora Aji milik pendakwah kondang Gus Miftah kini tengah diselimuti badai. Sebanyak 13 santri dari pesantren yang dikenal luas lewat dakwah inklusif itu, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan brutal terhadap seorang santri asal Kalimantan, berinisial KDR (23).
Korban diduga mengalami tindakan kekerasan yang tak manusiawi: dipukul beramai-ramai, disetrum, diikat, hingga dicambuk menggunakan selang. Semua bermula dari tuduhan pencurian uang Rp 700 ribu hasil penjualan air galon milik yayasan pesantren.
Terduga Pencuri, Malah Jadi Korban Kekerasan
KDR awalnya dituduh mencuri uang pada pertengahan Februari 2025, saat ia mendapat giliran menjaga usaha galon air Ponpes. Tuduhan itu memicu amarah sejumlah pengurus dan santri lain. Alih-alih diselidiki secara prosedural, korban justru dihabisi secara fisik dan mental.
Kapolresta Sleman, Kombes Edy Setyanto, mengonfirmasi bahwa penganiayaan terjadi pada 15 Februari 2025 dan dilaporkan tiga hari kemudian ke Polsek Kalasan, sebelum akhirnya diambil alih oleh Polresta Sleman.
“Sudah kami tangani. Berkas perkara juga sudah kami limpahkan ke kejaksaan,” ujar Edy pada Jumat, 30 Mei 2025.
Santri Jadi Tersangka, Tapi Tak Ditahan
Sebanyak 13 santri—termasuk 4 di bawah umur—telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, tidak satu pun ditahan.
Alasannya? Mereka masih berstatus santri aktif yang disebut-sebut masih membutuhkan pendidikan. Permohonan agar tidak dilakukan penahanan juga diajukan oleh kuasa hukum Ponpes Ora Aji dan dikabulkan oleh penyidik.
Korban Alami Trauma Berat
Kuasa hukum korban, Heru Lestarianto, menyebut KDR mengalami luka fisik serius dan trauma psikis mendalam. Korban sempat dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya dipulangkan ke Kalimantan untuk perawatan lebih lanjut dengan pendampingan psikiater.
“Kondisinya drop secara mental. Ini bukan lagi soal pencurian, tapi soal kekerasan yang melampaui batas,” ujar Heru.
Ponpes Gus Miftah Buka Suara: Hanya Perkelahian
Di sisi lain, pihak Ponpes membantah keras tudingan penganiayaan. Wahyu Laksono, perwakilan manajemen Ponpes Ora Aji, menyebut insiden itu hanya perkelahian antar santri, bukan penyiksaan.
“Terlalu didramatisir. Memang ada kontak fisik, tapi itu spontanitas, bukan penyiksaan seperti yang diberitakan,” tegas Wahyu.
Kuasa hukum pondok, Adi Susanto, mengklaim pengurus tidak tahu menahu soal kejadian. Ia menilai aksi para santri hanyalah bentuk “pendidikan moral” karena korban dianggap melakukan vandalisme dan pencurian.
“Santri lain merasa marah karena nilai-nilai mereka tercoreng. Ini reaksi spontan, bukan penganiayaan sistematis,” katanya.
Kedua Pihak Saling Lapor
Menariknya, pihak pesantren kini melaporkan balik KDR atas dugaan pencurian uang galon Rp 700 ribu. Kasus ini pun berkembang menjadi saling lapor, memperumit proses hukum.
Proses Hukum Tetap Berlanjut
Meski berbagai upaya mediasi sempat dilakukan, tidak ada titik temu antara keluarga korban dan pihak pesantren. Aparat menyatakan kasus ini akan tetap berlanjut secara hukum, dan status tersangka terhadap 13 santri masih aktif.











