• Redaksi
  • Kontak Iklan
  • Tentang Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
Koran Nusantara
Advertisement
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini
No Result
View All Result
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini
No Result
View All Result
Koran Nusantara
No Result
View All Result
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini
Home Nasional

Melihat Jaksa di Garis Depan Pemberantasan Korupsi Era Prabowo

Putra by Putra
Mei 23, 2025
in Nasional
0
Melihat Jaksa di Garis Depan Pemberantasan Korupsi Era Prabowo

Ket. Trubus Rahardiansah, Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti. (Dok Istimewa)

0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Korannusantara.id, Jakarta – Profesi jaksa bukanlah profesi biasa. Dalam struktur penegakan hukum, jaksa memainkan peran sentral sebagai penyaring terakhir sebelum suatu perkara dibawa ke pengadilan. Namun di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tugas jaksa mengalami pergeseran signifikan: dari sekadar penuntut hukum menjadi pejuang garis depan dalam pertarungan besar melawan korupsi sistemik.

Langkah Presiden Prabowo yang menugaskan Kejaksaan Agung sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi telah menimbulkan gelombang baru dalam politik penegakan hukum nasional. Fakta menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kejaksaan menjadi lembaga penegak hukum yang paling progresif dan efektif dalam mengungkap kasus-kasus korupsi kelas kakap.

Beberapa capaian mencolok yaitu, kasus Pertalite di Pertamina, dengan kerugian negara hampir Rp.1.000 triliun, kasus Jiwasraya dan Asabri yang menyeret pejabat BUMN dan swasta besar, kasus BTS Kominfo, yang melibatkan menteri aktif, dan kasus mafia timah dan komoditas ekspor, dengan nilai kerugian negara triliunan rupiah.

Namun, langkah progresif ini memiliki harga. Tidak sedikit jaksa yang kini menghadapi intimidasi dalam berbagai bentuk: ancaman kekerasan, teror digital, fitnah yang menyasar reputasi pribadi, hingga tekanan politik sistematis. Bahkan keluarga mereka tidak luput dari ancaman-sebuah realitas getir yang jarang mendapat sorotan publik secara memadai.

Ancaman terhadap jaksa biasanya muncul dari individu atau kelompok yang merasa terganggu oleh proses penegakan hukum. Mereka yang merasa kepentingannya terancam – entah itu kekuasaan politik, bisnis ilegal, atau jaringan kejahatan – tidak segan menggunakan cara-cara intimidatif untuk melemahkan moral dan fisik para penegak hukum.

Intimidasi verbal sering kali berupa ancaman pembunuhan, penyebaran fitnah, tekanan publik melalui media, hingga teror psikologis di rumah dan tempat kerja. Intimidasi fisik dapat berupa penguntitan, percobaan serangan, atau penyerangan langsung, baik kepada jaksa maupun keluarganya.

Di negara-negara dengan tingkat kejahatan terorganisir tinggi, perlindungan terhadap jaksa bukanlah hal tabu, melainkan keniscayaan.

Brasil dan Meksiko, misalnya, memberlakukan perlindungan bersenjata bagi jaksa yang menangani kasus kartel. Di Italia, tragedi pembunuhan jaksa Giovanni Falcone dan Paolo Borsellino oleh mafia Sisilia memicu reformasi besar, yang melahirkan sistem perlindungan jaksa paling ketat di Eropa.

Bahkan di Amerika Serikat, di banyak negara bagian, jaksa (District Attorney) dapat membawa senjata api setelah mendapat izin resmi. Perlindungan juga diberikan oleh aparat sheriff dan polisi lokal, terutama untuk jaksa yang menangani kasus geng dan kejahatan terorganisir.

Sebaliknya, negara-negara seperti Prancis dan Belanda memilih tidak mempersenjatai jaksa, namun tetap menyediakan skema perlindungan institusional yang sigap dan responsif terhadap ancaman.

Indonesia, dalam hal ini, masih berada di antara dua kutub tersebut. Di Indonesia, jaksa secara umum tidak diperbolehkan membawa senjata api, namun perlindungan dapat diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) atau bahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam kondisi tertentu. Contohnya, dalam kasus-kasus besar seperti korupsi BLBI, kasus Djoko Tjandra, dan kasus mafia minyak goreng, jaksa-jaksa penuntut umum diberikan pengawalan ketat dari polisi bersenjata.l

Pertanyaannya, cukupkah ini untuk menjawab eskalasi ancaman terhadap jaksa dalam konteks pemberantasan korupsi besar-besaran seperti saat ini?

Menjawab tantangan tersebut, Presiden Prabowo mengambil langkah tegas. Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah menerbitkan regulasi yang memperkuat posisi dan keamanan jaksa penegak korupsi. Peraturan Presiden yang baru tidak hanya mengatur keterlibatan aparat keamanan secara aktif, tapi juga membuka ruang untuk sistem pelaporan ancaman, pendampingan psikologis, dan pengawasan siber yang lebih sistematis.

Langkah ini bukan hanya responsif terhadap situasi lapangan, tetapi juga mencerminkan visi strategis pemerintahan dalam membangun negara hukum yang kuat. Dalam kerangka ini, pemberantasan korupsi bukan sekadar penegakan hukum, melainkan juga operasi nasional untuk membangun kepercayaan publik dan kepastian ekonomi.

Selain pengawalan bersenjata untuk kasus berisiko tinggi, dibutuhkan pelatihan mitigasi ancaman dan security awareness yang melembaga, termasuk protokol pengamanan keluarga jaksa serta perlindungan terhadap jaksa perempuan dan jaksa daerah.

Jaksa pemberani yang berhasil menuntaskan kasus besar seharusnya mendapat penghargaan negara secara terbuka. Ini penting untuk membangun keteladanan, memperkuat moral internal, dan membentuk imunitas sosial terhadap serangan balik para koruptor.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, kita menyaksikan babak baru penegakan hukum: lebih tegas, lebih berani, dan lebih konfrontatif terhadap kekuatan gelap dalam birokrasi dan bisnis. Namun semua ini akan sia-sia jika negara abai terhadap keselamatan para ujung tombaknya.

Dalam dunia penegakan hukum, keberanian jaksa harus dijawab dengan keberanian negara. Jika jaksa menghadapi ancaman, maka yang terancam bukan hanya individu, melainkan seluruh bangunan kepercayaan publik terhadap hukum. Maka tidak ada pilihan lain-negara harus hadir, penuh, utuh, dan tanpa kompromi.

Pemberantasan korupsi adalah perang panjang. Dan dalam setiap perang, garda terdepan harus selalu dilindungi. Sebab tanpa mereka, kemenangan hanyalah ilusi. Untuk itu peran jaksa sebagai garda terdepan penegakan hukum di Indonesia, tugas dan fungsi jaksa sangat mendesak untuk dioptimalkan guna memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang membutuhkan.

Penulis: Trubus Rahadiansah. Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti.

22
Tags: Kasus KorupsiKejaksaanPakar kebijakan publikPrabowo SubiantoUniversitas Trisakti
Previous Post

Dukung Langkah Tegas Polda Banten, Aktivis Pemuda Nasional Tegaskan Penangkapan Mafia Tanah CC Sesuai Prosedur Hukum

Next Post

TNI Sambut Baik Terbitnya Perpres Perlindungan Jaksa

Putra

Putra

Next Post
TNI Sambut Baik Terbitnya Perpres Perlindungan Jaksa

TNI Sambut Baik Terbitnya Perpres Perlindungan Jaksa

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Spesial Qurban

Iklan Pendidikan

Jasa Endorse Pemberitaan KoranNusantara

  • Redaksi
  • Kontak Iklan
  • Tentang Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.