• Redaksi
  • Kontak Iklan
  • Tentang Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
Koran Nusantara
Advertisement
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini
No Result
View All Result
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini
No Result
View All Result
Koran Nusantara
No Result
View All Result
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini
Home Opini

Membangun Agama Membangun Negeri: Pemuda Harus Jadi Preman

Redaksi ✅ by Redaksi ✅
Mei 18, 2025
in Opini
0
Membangun Agama Membangun Negeri: Pemuda Harus Jadi Preman
0
SHARES
41
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

KoranNusantata.id- Cukup lama tidak merespon gerakan pemuda masa kini dalam bait tulisan. Segelintir usia saat ini menginginkan banyak maunya kepada yang mereka sebut “Generasi Muda-Generasi Penerus”.

Namun segelintir usia itu pula yang kami pandang cukup menjadi bukti bahwa “Generasi Muda-Generasi Penerus” yang dikampanyekan sebatas lisan belaka, lebih-lebih pula hanya sebagai khayalan saja.

Akhir-akhir ini Indonesia kembali di risihkan dengan aktivitas preman-preman yang sangat menggangu dan merugikan banyak pihak. Jadi, sepertinya cocok pada kesempatan ini, melalui opini singkat ini kami singgung soal aktivitas preman di negeri kita.

Karena premanisme yang terjadi belakangan ini, semuanya mengatasnamakan pemuda dan berasal dari golongan muda, katanya.

Ali bin Abi Thalib salah satu pemuda bahkan dikatakan pula masih remaja saat itu saat mengenal Islam bersama Rasulullah. Siapa yang meragukan ketangguhan dan kecerdasan Ali? Saya pikir tidak ada yang berani meragukan sosok pemuda Islam satu ini. Ia pemuda yang kuat iman dan kuat pula fisiknya. Tapi ia tidak menjadi preman.

Kami menyempatkan diri untuk melihat ke sisi kiri, kekanan, keatas dan kebawah. Keempat sisi ini kami temui ragam fenomena yang berkaitan dengan keadaan pemuda hari ini.

SISI KIRI

Pandang Kekiri, terdapat golongan pemuda-pemuda yang bersemangat dengan pendidikan dan ilmunya.

Mereka mengerahkan pikiran-pikirannya untuk naik tingkat kelebih tinggi dan idealnya pendidikan ilmu hari ini menurut mereka.

Sesekali, Ilmu dan pendidikan itu nyatanya tidak sesuai dengan harapan dan doa. Menurunnya kualitas mengajar, semangat belajar, dan rendahnya motivasi dalam diri, literasi yang cukup dengan gadged saja terabaikan.

Pun demikian masih sanggup pula untuk bereuforia dan berbangga diri dengan apa yang diperoleh saat ini. Meski ada yang sampai tidak mengenal Ibu/bapaknya, apalagi Tuhan-Nya.

Jika nasihat Emak kepada kami selalu bertutur bahwa “Kamu harus dididik (menjadi murid, dilatih dan ditempa) dahulu, Terdidik (cakap ilmu dahulu) baru boleh mendidik (jadi guru)” seakan berbalik dengan keadaan pendidikan dan orang yang pernah menempuh pendidikan zaman ini.

Ini pula yang memunculkan istilah di masyarakat “sebait kalimat, sejuta pendapat. Dan sepatah membaca, seribu fatwa”.

SISI KANAN

Kemudian kami mencoba memandang kekanan, ada golongan-golongan yang fokus dengan status dan kariernya. Realistis dan apa adanya dengan yang mereka butuhkan hari ini.

Berlomba-lomba mempersiapkan bekal diri dengan apa yang mereka punya, berjalan menuju jalan-jalan harapan dengan pandangan kedepan bahwa “kami harus hidup. Ini bukan lagi masa bermain. Kami punya keluarga kami hayus kerja”, kira-kira demikian.

Tak jenuh mencari suasana, kami memandang pula ke atas. Terlihat golongan-golongan yang sedang asyik dengan dunia khayalan mereka. Ya, itu dia fantasi sosial media.

Tidak ada yang salah bagi sesiapa yang mengikuti perkembangan zaman hari ini. Semua makluk didunia yang hidup dimasa itu, pasti mengikuti perkembangan hari ini.

Hanya saja ada yang mampu menyesuaikan diri, ada pula yang kebablasan. Ada yang yang mampu mengikuti ada pula yang hanya menyaksikan.

Terlepas dari itu, mereka tetap suka ataupun tidak, mau ataupun tidak harus terus berjalan. Karena mereka tidak mampu mengubah sistem global yang berlaku hari ini secara global pula.

Kesalahan kita terletak pada terkecohnya akal dan qolbu atas apa yang elit dunia suguhkan kepada kita.

Kita hidup di zaman modern, namun orang modern tidak mengenal kegilaan seperti kita. Orang modern tidak senget akalnya seperti kita. Orang modern tidak rendah moralnya seperti kita.

Orang modern tidak hina akhlak dan adabnya seperti kita. Orang modern tidak lapar dan haus kekuasaan seperti kita. Orang modern tidak seapastis seperti kita.

Orang modern saat itu tinggi sosialnya. Orang modern saat itu tinggi ilmunya namun tetap rendah diri.

Orang modern saat itu tinggi akhlak dan adabnya. Orang modern saat itu halus berbahasanya, baik Budi dan pekertinya.

Sebab itu pula kami memandang bahwa “kita” tidaklah modern. Yang modern hanyalah teknologi.

“Kita” masih udik, kita masih jahil, kita masih tertinggal dan kita kembali pada masa dimana seakan zaman tanpa nabi, zaman tanpa petunjuk-Nya dan zaman tanpa risalah wahyu-Nya.

Kita tidak lagi menyembah berhala dalam bentuk patung. Kita tidak lagi menyembah jin yang bersembunyi disebalik pepohonan besar dan rindang.

Kita tidak lagi menyajenkan hindahn diantasa batu-batu nisan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang “modern” saat itu.

Kita menyajenkan uang kepada judi online, kita menyembah Facebook, tiktok dan Instagram, kita mematungkan (men Tuhankan) teknologi (AI).

Sekuno-kunonya Romawi kuno, peradaban mesir, Yunani dan sebagainya yang sangat terkenal canggih dan hebat itu, tidaklah segila kita saat ini dengan teknologi dan gaya hidup.

Jangankan kecanggihan teknologi, ketampanan pun sampai digilakan banyak kalangan. Padahal kalau sekedar tampan, monyet juga tampan diantara para monyet. Tapi sayangnya monyet tidak beriman.

Ada lagi sahabat nabi yang bernama Mush’ab bin ‘Umair. Ini jagonya wajah kalau soal pemuda tampan. Tak hanya tampan ia juga sangat menawan.

Ia pemuda yang beriman. Tapi tidak mentuhankan ketampanannnya dan mampu menjaga ketampanannya dauri dunia.

Teknologi memang mampu mencerdaskan bagi yang berpikir, teknologi memang mampu menopang kehidupan dan pundi-pundi dengan menghasilkan konten yang kreatif.

Teknologi bahkan mampu menjawab dan menjadi solusi atas semua persoalan yang kita hadapi. Tetapi kita lupa beberapa hal bahwa teknologi senang jika kita Jauh dari Tuhan. Teknologi senang jika menentang Tuhan. Teknologi senang jika kita meniadakan Tuhan.

Sehingga salah satu pertanda demikian yakni tidak adanya ilmuwan muslim yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yang akan menciptakan teknologi sebagaimana yang kita gunakan saat ini.

Bukannya mereka tidak mampu, mereka sangat mampu. Kemampuan ilmuwan muslim dalam bidang ilmu sudah tidak perlu diperdebatkan dan dipertanyakan lagi.

Tapi mereka sadar bahwa tindakan itu dapat merubah arah jalan pikiran dan qolbu umat-Nya.

SISI BAWAH

Lalu kami coba pula melihat kebawah. Terlihat golongan-golongan muda yang berpikir dengan cara yang berbeda.

Bergerak dengan cara yang biasa tapi dianggap tidak biasa karena orang-orang sudah tidak terbiasa.

Parah sih kalau ini, dengan beraninya mereka unjuk diri kepublik bahkan bawa-bawa nama agama, berkegiatan agama dan bersikap agamis. Padahal mereka para preman.

Eits tunggu dulu, jangan sensi. Ini bukan preman yang galak suka malak, suka ganggu orang atau bikin orang-orang tidak nyaman dan tidak aman.

Mereka ini PREMAN alias “Pria Beriman” (PRia bEriMAN).

Teringat pula salah seorang lainnya dari sabahat nabi dari golongan pemuda, Abdullah bin Abu Bakar, pemuda hebat dan Juga kuat.

Kuatnya fisik pemuda ini jangan lagi diragukan. Ia pernah naik turun gunung Tsur dalam sehari seperti menaiki anak tangga. Itu baru fisiknya, belum lagi imannya.

Ia memang pemuda Islam yang sangat pemberani termasuk pula pada perang Thaif. Ia sangat piawai dalam ilmu taktik dan perencanaan.

Bedanya, kalau Preman ini berani melawan hawa nafsu dunia hari ini. Jika Abdullah bin abu Bakar berani di Medan perang, Preman ini berani di Medan kecanggihan dunia.

Jikalau Abdullah bin Abu Bakar kuat menaiki gunung, Preman ini kuat menahan diri dari gangguan gemerlapnya sosial media.

Sesama golongan muda, tentunya kami sangat tersentuh dengan berbagai aktivitas kelompok organisasi muda-islami ini.

Hidup ditengah-tengah kuatnya pengaruh kehidupan muda yang kekinian dengan bergelimangan nafsu, mereka memilih untuk tidak terhasut dan terbawa arus.

Justru mereka membuat parasut bagi kaum muda lainnya dan membelokkan arus gelapnya pengaruh dunia.

Rasanya tidaklah berlebihan jika kami mengatakan, golongan ini seperti “Padi Emas”.

Mereka komunitas hijau bagi anak-anak muda. Disini anak-anak muda mengaji. Disini anak-anak muda diajak kembali kepada fitrahnya.

Sadar akan kehidupan dunia dan akhirat. Disini anak-anak muda hidup dengan petunjuk sunnatullah.

Tidak pula kaku seperti batu, mereka tetap beraktivitas layaknya anak muda lainnya yang memiliki hobi masing-masing. Bermain futsal atau badminton untuk mempererat silaturahmi dan memperkuat jasmani, olahraga memanah sebagai salah satu langkah menjalankan sunnah, dan lain sebagainya.

Kajian-kajian islami yang rutin mereka laksanakan pada prinsipnya untuk mendekatkan diri seorang pemuda sebagai generasi umat dan bangsa kepada Tuhan-Nya.

Mengokohkan imam, membersihkan hati, jiwa dan juga pikiran. Mereka punya keluarga dan sebagain dari mereka berkeluarga.

Preman yang satu ini bukan hanya masyarakat yang takut, tapi syetan juga takut.

Loh, katanya bukan preman jahat kok masyarakat takut?

Iyap betul, masyarakat juga takut dengan komunitas Preman ini. Tapi takutnya positif loh ya.

Masyarakat takut tidak ada lagi pemuda yang mengenal Tuhan sebagaimana para Preman ini mengenal Tuhan mereka.

Takut akan tidak ada lagi pemuda yang berilmu, berakhlak dan berbudi pekerti sebagaimana para preman ini tahu dan mengenal siapa diri.

Takut akan tidak ada lagi pemuda yang enggan meninggalkan kecanduan sosial media sebagaimana para Preman ini yang sanggup menahan diri.

Takut akan tidak ada lagi pemuda yang enggan meninggalkan maksiat di masyarakat sebagaimana para Preman ini rela menutup mata dan telinga dengan perkembangan zaman saat ini.

Rasulullah sangat senang dengan para pemuda yang kuat fisik kuat pula imannya. Kita tahu bersama banyak sahabat rasulullah dari kalangan pemida. Sebagaimana 3 orang yang kami sebutkan sebelumnya.

Mereka setia dengan imannya, mereka setia dengan agamnya dan sangat setia dengan Tuhannya.

Sahabat Rasulullah dari kalangan pemuda lainnya yang tak kalah kenal dan sangat banyak dikenal yakni Zubair bin al-‘Awwam. Saking setianya pemuda yang satu ini kepada Rasulullah, ia tidak hanya termasuk kedalam 7 orang pertama yang masuk Islam, namun juga salah satu dari 10 sahabat nabi yang dijamin surga.

Dari keempat pemuda ini hendaknya kita belajar. Menjadi orang yang di kucilkan itu memanglah tidak seenak orang yang dipuji.

Jika (pemuda) Beriman hari ini kita merasa berat karena pengaruh hebatnya zaman yang penuh dengan fitnah ini, kami kira pemuda dahulu lebih berat lagi.

Ketahuan beriman kepada Rasulullah, konsekuensinya disiksa, dikucilkan, dihina, bahkan dibunuh. Kira-kira jika kita hidup dizaman itu, apakah kita akan beriman kepada Rasulullah?

Mungkinkah jika kita hidup diawal masa keislaman, kita akan mendatangi Rasulullah untuk menyatakan iman? Kami tidak pesimis, kami tidak pula sentimen atau meragukan kita semua.

Namun jika berkaca dari karakter, sifat, watak dan cara berpikir pemuda hari ini, bukan hanya mustahil tetapi sangat mustahil kita hari ini akan mendatangi Rasulullah hari itu.

Maka dari itu, lama kami tenung ternyata ada golongan pemuda hari ini yang memutuskan untuk menjadi pemuda-pemudanya Rasulullah. Mereka ini Preman.

SISI ATAS

Pada sisi terakhir ini kami menyempatkan memandang keatas. Namun pada sisi atas ini kami tidak melihat apapun.

Jangankan pemuda tampan, pemuda sosial media, pemuda pendidikan, pemuda kaya, pemuda miskin, pemuda karier dan pemuda beriman, bayangannya pun tidak terlihat.

Lama kami tenung. Dengan teliti kami lihat. Ternyata diatas hanya tersisa harapan dan doa.

Ada harapan dan doanya pemuda yang disebelah kanan, ada harapan dan doanya pemuda yang disebelah kiri dan ada harapan dan doanya pemuda disisi bawah.

Setelah kami telaah dan mencoba untuk memahami makna ini, kami menyadari satu hal bahwa:

“Seburuk-buruknya manusia (Pemuda), ia tetap menyempatkan waktu dan memiliki harapan-harapan dimasa depan melalui untaian doa-doa mereka, hanya saja cara mereka yang berbeda. Ada yang berharap dan berdoa dengan iman adapula yang berharap dan berdoa hanya dengan lisan, kita dari sisi yang mana? Hanya Allah yang patut menilai itu”.

Sebagai penutup izinkan kami menyampaikan satu kalimat pesan dari emak kami:

“Jika engkau memilih jalan menjadi pemuda yang tidak beriman, maka tidak mengapa sebab engkau akan tetap menjadi manusia. Namun jika engkau memilih jalan untuk menjadi pemuda beriman, jangan palingkan wajah mu walau sedetik dari Tuhan mu. Sebab binatang adalah makhluk yang sangat tahu bagaimana malu kepada Sang Pemilik iman.” _Pesan Emak_

Oleh: Edi Putra (Dion) (Penulis Buku Tabir: Rahasia Waktu dan Buku Benahi: Berpikir Seadanya Untuk Memulai Hidup Sederhana)

(RED)

61
Tags: Edi Putra Penulis Buku Tabir Rahasia WaktuGenerasi PenerusIslamPemuda IndonesiaPemuda IslamRasulullah
Previous Post

Koordinator Nasional PKN Mapala Se-Indonesia Mari Sukseskan TWKM XXXIV Mapala Se-Indonesia di Sulteng,Palu Universitas Tadulako, Mapatala

Next Post

Aktivis Pemuda Apresiasi Langkah Responsif Wabup Asahan Rianto Tutup THM: Gebrakan Nyata Lindungi Generasi Muda

Redaksi ✅

Redaksi ✅

Next Post
Aktivis Pemuda Apresiasi Langkah Responsif Wabup Asahan Rianto Tutup THM: Gebrakan Nyata Lindungi Generasi Muda

Aktivis Pemuda Apresiasi Langkah Responsif Wabup Asahan Rianto Tutup THM: Gebrakan Nyata Lindungi Generasi Muda

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Spesial Qurban

Iklan Pendidikan

Jasa Endorse Pemberitaan KoranNusantara

  • Redaksi
  • Kontak Iklan
  • Tentang Kami
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

No Result
View All Result
  • Home
  • Internasional
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Artikel
  • Artis
  • Hukum & Kriminal
  • Kuliner
  • Pendidikan
  • Sports
  • Bisnis
  • Opini

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.