Korannusantara.id – OPINI, Dr.Abidinsyah Siregar Observer Kesehatan/Ketua Umum BPP OBKESINDO dan Penasehat PB IDI 2025-2030.
Dunia Kesehatan dan Kedokteran, adalah wilayah yang luas dan nyaris gelap gulita. Dunianya multi disiplin, harus dibalut pengayaan etik dan attitude. Ia hanya bisa dipahami dengan kemauan, kesungguhan, pembelajaran panjang dan menyadari manfaatnya.
Itupun tidak cukup dipahami sendiri, harus bersama-sama karena ilmu Kesehatan dan Kedokteran bukan disiplin yang berdiri sendiri, yang jika seseorang bicara Kesehatan, atau kedokteran, atau promosi Kesehatan atau Pendidikan Kesehatan dan Kedokteran maka masalah sudah selesai. Tidak dan sekali lagi tidak.
Informasi, interaksi dan komunikasi menjadi sukses awal menjadi professional Kesehatan/Kedokteran.
Dalam Pendidikan Kesehatan dan Kedokteran, perlu melewati proses belajar yang tekun dan tak boleh salah.
Agar tekun harus mengikuti semua substansi pembelajaran.
Agar tak boleh salah, perlu berargumentasi dengan teman belajar, latihan, percobaan, studi kasus hingga siap diuji oleh pengajar dan disetarakan oleh Kolegium.
Semua penyelenggara keilmuan tentunya harus independent untuk mendapatkan professional yang cerdas dan meng-global.
Ke-masyarakat atau klien atau pasien, perlu penyampaian yang tepat sasaran dan jelas maksud dan tujuan penyampaian. Tidak mungkin penyampaian dari informan (Petugas Kesehatan atau Tenaga Medik) hanya untuk basa-basi, atau sekedar menjalankan fungsi sudah menyampaikan informasi.
Tidak, karena informasi Tenaga Kesehatan maupun Tenaga Medis adalah bahagian dari “pengobatan” yang akan menyembuhkan masalah Kesehatan yang sedang dihadapi.
Dalam konteks Kenegaraan pun berlaku. Pernyataan Presiden, Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD hingga Menteri Kesehatan ataupun Kepala Komunikasi Kepresidenan, tidak sekedar penyampaian.
Bisa jadi penyampaian justru menimbulkan kebingungan bahkan kegaduhan.
Hal itu bisa terjadi jika, informasi yang disampaikan belum matang, apalagi jika muncul karena spontanitas atau reaktif.
Responsibilitas dan akuntabilitas harus jalan seiring.
Jika kita browsing sumber berita, kita akan menemukan pernyataan-pernyataan seperti Menutup Program Studi (padahal program itu justru kunci sukses tindakan penyelamatan/live saving dan banyak Prodi saling berketergantungan).
Pernyataan lainnya akan mendidik Tukang Gigi untuk mengatasi kekurangan Dokter Gigi karena 50% orang Indonesia punya masalah Gigi. Pernyataan ini kemudian diperbaiki oleh Humas Kemenkes. Menuduh Organisasi Profesi Dokter kerjanya menarik uang hingga milyaran dari para anggotanya, tanpa bukti.
Pola komunikasi reaktif ini telah berdampak besar kepada kejiwaan tenaga Kesehatan dan tenaga medik, juga Masyarakat dan utamanya peran serta Masyarakat dalam bidang Kesehatan. Bukan tidak mungkin hal ini berakibat penurunan kepercayaan publik pada Upaya Pemerintah dibidang Kesehatan.
Maunya jangan berobat ke luar negeri, malahan mendorong Masyarakat berobat keluar.
Informasi Pemerintahan, bukan pendapat pribadi, tetapi bahagian dari konsep Ketatanegaraan, yang memiliki kriteria, standar, rujukan, teruji, matang dan akuntabel.
KOMUNIKASI KUNCI SUKSES PROGRAM KESEHATAN
Semakin hari informasi dan komunikasi didunia Kesehatan semakin terasa ada kesenjangan.
Informan utama tentu bersumber dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Dan tentu jika Pemerintah menyampaikan informasi, adalah hal penting, urgent dan sering mendesak. Dalam program ia masuk pada skala prioritas.
Ketika informasi tersebut berindikasi urgent dan prioritas, tentu pula substansinya sudah merupakan kompilasi dari berbagai sumber stakeholders straregisnya yang relevan dan matang, karena sudah diuji oleh forum yang inklusif dan berkompetensi tinggi.
Para praktisi Kesehatan/Kedokteran sudah dididik sejak awal bahwa Komunikasi menjadi penentu sukses dalam memulai dan memberhasilkan tugasnya.
Dalam dunia Kesehatan, bahasan dan pendekatan persuasif menjadi kunci Upaya Promosi dan Preventif ditengah Masyarakat.
Dibidang Kedokteran, anamnesis (tanya jawab Dokter-Pasien) menyumbangkan lebih 60% ketepatan diagnose penyakit sang pasien. Dan untuk membuat sang pasien taat dan disiplin menjalankan pengobatan dan makan obat, sangat tergantung pada penjelasan dari sang dokter yang jujur, penuh empati dan motivasi.
Untuk mencapai sukses itu, butuh wawasan, skill, ketenangan, konsentrasi, persuasi dan dilakukan dengan komunikasi kesetaraan dan empati yang etis.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dari beberapa kali mendengar pernyataan awal setiap pidatonya, menyampaikan perasaan dan kegelisahannya terhadap dunia Kesehatan dan kedokteran. Sampai disitu, kita merasakan hal yang sama dan berharap ada Solusi komprehensif dan relevan dalam perbaikannya.
Tetapi pada bahagian solusi kadangkala timbul kegaduhan.
Belakangan muncul berita seorang Ketua Ikatan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Pusat Nasional dimutasi berkaitan dengan beralihnya wewenang Kolegium kepada Pemerintah/Kemenkes. Berita terkini terjadi di RS Vertikal di Medan, tenaga medis langka dan handal diputus hubungan kerjanya karena membela kolega, yang pembelaannya rasional dan secara organisasi pantas dilakukan.
Ini adalah indikasi bahwa Profesi terancam independensi keilmuannya oleh Birokrasi.
Kondisi-kondisi ini sudah menjadi bahan percakapan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi IX DPR RI.
Ada juga pandangan menarik dari mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan dalam kolom diswai.id berjudul Dokter Konsumen (2 Mei 2025). Mempertanyakan kebijakan Menkes yang mendirikan 5 (lima) Rumah Sakit Vertikal kelas Internasional yang sudah jadi di beberapa kota seperti Sanur Bali, Surabaya, Makassar, Kupang, Jayapura. Mewah.
Alat canggih milyaran. DI sangat khawatir semua tidak produktif secara fungsi dan ekonomi. Jika dalam satu tahun ini tidak produktif, DI mengatakan citra Menkes akan jatuh. Apalagi kalau alat-alat canggih didalamnya jarang dipakai, dan jika kerjasama dengan semua profesi yang bekerja tidak kompak dan harmonis.
Ini butuh Komunikasi sehat sejak Perencanaan hingga implementasi untuk mencapai Benefit yang dituju…
APA YANG SEDANG TERJADI
Kondisi “mundur” atau “terlalu cepat” ini tentu membutuhkan perhatian kita bersama. Masalah Kesehatan adalah masalah kita semua. Tidak boleh ada yang merasa “paling tahu dan paling bisa”.
Jika Komisi IX DPR RI mempertanyakan, Organisasi Profesi Kesehatan dan Kedokteran bicara, Para Profesional Kedokteran mengkritisi, dan Masyarakat menyampaikan keresahannya, semua adalah bentuk rasa memiliki dan tanggungjawab bersama, dan tak tega membiarkan “milik bersama” menjadi tidak tepat sasaran apalagi salah kelola.
Komunikasi sehat dibidang Kesehatan sangat amat dibutuhkan dalam penyampaian informasi.
Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi Ketahanan Nasional. Dimana hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia.
Keterbukaan informasi merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara atas segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik.
Penguatan literasi publik atas kebijakan apapun adalah keniscayaan.
Komunikasi efektif hanya dapat diemban oleh Pemerintahan yang menganut prinsip responsif dan inklusif.
Prinsip responsif adalah kemampuan pemerintah untuk cepat dan efektif merespons kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian Pemerintah mampu memberikan Solusi tepat, efektif dan efisien. Keuntungan lainnya meningkatkan kepercayaan dan kepuasan publik.
Sedangkan Prinsip Inklusif, merangkul semua stakeholders/pemangku kepentingan tanpa kecuali dalam kolaborasi. Komitmennya memberi akses setara dalam pengambilan keputusan. Setiap orang dan stakeholders mendapatkan hak azasinya, yang berdampak peningkatan partisipasi Masyarakat.
Sejalan dengan makna komunikasi yang berasal dari bahasa Latin communicatus yang artinya “berbagi” atau “menjadi milik bersama”, menegaskan bahwa tujuan dilakukannya komunikasi adalah untuk berbagi dalam kebersamaan.
Komunikasi sehat dan efektif adalah komunikasi yang terbuka, jujur, transparan, dan menghargai pendapat serta pandangan semua pihak yang terlibat. Komunikasi ini melibatkan mendengarkan secara aktif, memberikan umpan balik konstruktif, dan mengelola emosi selama proses komunikas
Mengutip pesan Dahlan Iskan, “Budi Gunadi Sadikin bisa jadi orang hebat kalau ia bisa menundukkan dokter tapi juga tunduk pada prinsip-prinsip profesi dokter”.
Bandung, 3 Mei 2025
Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes/ Purna Bakti ASN Kemenkes/BKKBN.
PPRA-Lemhannas 41/2008