KoranNusantara.id- Saat memperingati Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025, hari ini, saya teringat pada tokoh buruh terkemuka, Mochtar Pakpahan.
Secara intens, ketika di tahun 2000, beberapa kali saya bergabung mendampingi seorang sahabat baik yang menjadi pimpinan organisasi buruh bernama Basio, ikut melakukan kajian dalam TRUUP (Tim Reformasi Undang-Undang Perburuhan) bentukan Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI).
“Tidak semua pekerja mau disebut buruh, tetapi semua buruh pastilah pekerja.” Kegigihan dan keyakinan Mochtar Pakpahan dalam penggunaan terminologi “Buruh” dan bukan terminologi “Pekerja” adalah suatu idealisme dan konsistensi sikapnya terhadap perjuangan kaum buruh sampai di akhir hayatnya.
“Buruh: Berani Bermimpi dan Merahasiakan Rencana” adalah suatu refleksi tentang perjalanan 25 Tahun Perjuangan TRUUP (Tim Reformasi Undang-Undang Perburuhan) yang menghantarkan posisioning para buruh sampai saat ini.
Berani Bermimpi
Refleksi tentang perjalanan 25 Tahun Perjuangan TRUUP (Tim Reformasi Undang-Undang Perburuhan), tentu bukan lagi debat soal terminologi “Buruh” dan “Pekerja”, bukan sekedar pesta gembira kehadiran presiden di peringatan hari buruh, tetapi ini soal nasib buruh pasca Undang-Undang Cipta Kerja dan masa depan kaum buruh pasca berbagai kebijakan ekonomi politik kepemimpinan negara yang tengah berpikir keras memperjuangkan nasib kaum buruh, benarkah itu?
Bagaimana dengan soal perumahan rakyat, soal pemutusan hubungan kerja, soal penciptaan lapangan kerja, soal daya beli yang rendah dan soal-soal lainnya?
Pada peringatan Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025, hal paling penting yang musti diucapkan dengan teriakan dan pekikan lantang adalah tentang gelora dan jiwa yang bersemangat para kaum buruh, para kaum muda, dan bahkan pada siapa pun juga untuk “Berani Bermimpi” memilih memiliki usaha dan menciptakan lapangan kerja dengan suatu geliat pemerintah yang tengah bertekad mendirikan minimal 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia dan Presiden Prabowo Subianto juga secara resmi telah meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Di setiap kelas-kelas saat memberi motivasi, di kampus-kampus vokasi pada penerimaan mahasiswa baru, di ruang-ruang pertemuan, pada kegiatan training, pelatihan, dan seminar saya sering mengingatkan pentingnya setiap orang untuk “Berani Bermimpi.”
Apakah para kaum buruh, para kaum muda, dan bahkan pada siapa pun juga masihkah “Berani Bermimpi” meskipun secara kultural dan struktural telah lama keinginan, harapan, cita-cita dan impian telah dikandaskan, dihancurleburkan, diluluhlantakkan, dan diberangus dan dibumihanguskan, tetapi keinginan dan keberanian untuk bangkit, nyali untuk “Berani Bermimpi” apakah masih terus ada dan menyala-nyala?
Anjuran untuk “Berani Bermimpi” selalu dimulai dengan kesungguhan para kaum buruh, para kaum muda, para pemula, start-up, bahkan kepada siapa saja yang gagal dan digagalkan, yang jatuh dan dijatuhkan untuk BANGKIT dan kembali menyusun, menata dan menulis kisah dan cerita suksesnya di “Buku Mimpi” (“Dream Book”)-nya masing-masing dengan SMART (Spesific, Measurable, Achivable, Realistic, Timebond).
Specific berarti harus jelas mengenai apa yang dionginkan dan diimpikan, Measurable berarti impian harus terukur, Achivable berarti impian harus dapat diraih, Rwalistic berarti impian harus masuk akal, dan Timebond berarti impian harus memiliki garis waktu yang jelas kapan impian tersebut akan diraih.
Banyak para inspirator dan para motivator memberi suatu rumusan bagaimana Berani Bermimpi?
Rumusannya sederhana saja, yaitu: Mimpikan – Pikirkan – Ucapkan – Lakukan – Konsisten. Tetapi kebanyakan orang tidak melakukan itu.
Ketika mimpi kita pikirkan mimpi itu berubah bentuk menjadi rencana.Ketika rencana kita ucapkan, rencana berubah bentuk lagi menjadi komitmen.
Ketika komitmen kita lakukan, komitmen berubah bentuk lagi menjadi kenyataan.
Merahasiakan Rencana
Hal lain yang amat penting setelah memiliki sikap untuk “Berani Bermimpi” adalah kesanggupan untuk mampu merahasiakan rencana dan hajat anda.
Meskipun tuntunan berupa Hadits Nabi tentang hal ini diangap munkar, tetapi maknanya benar dan dapat dijadikan sebagai tuntunan. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabraniy, Ibnu Adi, al-Uqailiy, ar-Ruyani, Abu Nu’aim, al-Qadha’iy, as-Shaidawiy, al-Baihaqi dan Ibnul Jauzi.
“Bantulah Kelancaran Hajat dengan Cara Menyembunyikannya karena Setiap Pemilik Nikmat menjadi Obyek Hasad.”
Memang sering sekali orang di saat akan melakukan rencana atau hajat baik, terlebih dahulu menyampaikannya kepada banyak orang, kepada teman, kepada tetangga dan handai taulan.
Bahkan juga acapkali dishare terlebih dahulu di media sosial. Padahal sebaiknya hal itu dirahasiakan terlebih dahulu agar menghindari hal hal yang tidak diinginkan.
Mengapa ada baiknya hal-hal baik atau rencana dan hajat baik itu sebaiknya disembunyikan terlebih dahulu?
Hal ini agar apa yang direncanakan atau apa yang menjadi hajat itu akan menjadi lancar dan tidak terjadi kegagalan atau hal yang tidak diinginkan, misalnya: Pertama, Niat baik terkadang perlu disembunyikan karena dikhawatirkan terkena pengaruh buruk dari pandangan hasad.
Sering kali kita mengira bahwa teman, keluarga, atau orang di sekitar kita turut bahagia atas pencapaian kita, padahal bisa jadi mereka adalah orang-orang yang diam-diam menyimpan rasa iri dan kebencian terhadap kita.
Kedua, Ketika rencana baik diumbar ke mana-mana, hal itu justru bisa mengundang campur tangan setan yang lebih kuat untuk menggagalkannya.
Sebab selama rencana itu disimpan rapat, setan tidak mengetahui isi hati manusia. Namun jika diumbar, mereka bisa membaca dan memengaruhinya.
Hal yang sama juga berlaku pada manusia berhati buruk yang bisa memanfaatkan informasi tersebut untuk niat yang tidak baik.
Ketiga, Ketika sebuah rencana diumbar sebelum terwujud, dikhawatirkan hal itu dapat menimbulkan karma akibat kesombongan.
Mengumbar rencana bisa mencerminkan sikap meremehkan pencapaian orang lain dan terlalu membanggakan diri, padahal keberhasilan itu sendiri belum tentu terjadi.
“Merahasiakan Rencana” dapat juga dirujuk pada kisah Nabi Yusuf, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al Quran Ayat 4 – 5 berikut ini: (Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku. Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”
Penutup
“Berani Bermimpi” dan “Menyembunyikan Rencana” sebagai Refleksi Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025 ini tiada bermakna apa pun bila para kaum buruh, para kaum muda, dan bahkan pada siapa pun juga masih memiliki mental inferior, menikmati dalam tekanan dan himpitan dan tak memiliki keberanian untuk bermimpi bahwa suatu saat nanti bukan lagi menjadi pencari-cari kerja, tetapi menjadi pencipta lapangan kerja.
Atau setidaknya “Berani Bermimpi” untuk mengubah kehidupannya lebih baik dan sejahtera dengan tetap “Menyembunyikan Rencana” karena tidak sedikit para penguasa, pemilik modal, kaum kapitalis borjuis yang melihat kaum buruh, para kaum muda, dan bahkan siapa pun juga yang “Berani Bermimpi” menjadi sebagai semacam sebuah ancaman dan makar.
Sekelumit cerita dan kisah ini adalah merupakan satu langkah lebih dekat lagi untuk menjadi kenyataan pada siapa pun untuk berubah menjadi lebih baik, maju dan sejahtera dengan: Mimpikan – Pikirkan – Ucapkan – Lakukan – Konsisten. Akan tetapi, jangan merubah rencana hanya karena takut dengan apa yang dipikirkan orang lain.
Mereka hanya memberimu pendapat bukan pendapatan. Selamat Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025.
Oleh: Wahyu Triono KS, Akademisi dan Praktisi, Founder LEADER Indonesia, CIA Indonesia dan Tenaga Ahli Dekonsentrasi Tugas Pembantuan dan Kerja Sama, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri RI.