Korannusantara.id – Tanjungbalai, Kami DPP TERKAM tidak asal bunyi atau istilahnya asbun dalam menyikapi tangkahan dan bangunan kokoh permanen CV. AJA yang berdiri di bantaran Sungai Asahan, DAS itu. Dalam membuat laporan ke Bupati Asahan kita pakai aturan hukum, regulasi Permen PUPR nomor 28 tahun 2015″, diterangkan Edi Hasibuan, Ketua Umum DPP TERKAM Indonesia, di Markasnya, Jl. Jend. Sudirman Kota Tanjungbalai, Kamis (20/03/2025) sore, usai dirinya beserta sejumlah pungsionaris DPP TERKAM menyambangi Kantor Bupati Asahan.
Edi menjelas bahwa pihaknya didalam menyikapi setiap persoalan seperti kasus tangkahan yang berdiri di DAS Sungai Asahan Desa Asahan Mati tersebut memakai aturan hukum, yakni Peraturan Menteri PUPR No 28 Tahun 2015 dan UU RI No 17 Tahun 2019 serta PP 38 Tahun 2011 yang mengatur tentang batas Daerah Aliran Sungai.
Lebih lanjut Edi Ketum TERKAM mengatakan, dalam regulasi Permen PUPR nomor 28 tahun 2015 tersebut, sudah sangat jelas diatur bahwa tidak diperbolehkan mendirikan bangunan dalam bentuk apapun diarea bantaran sungai yang diukur berjarak 50 – 100 meter dari bibir Sungai. Regulasi pada Permen nomor 28 itu juga menyebutkan bahwa letak area dimaksud adalah dalam wilayah luar perkotaan, dalam hal ini yakni wilayah luar perkotaan Kota Tanjungbalai.
Bila dikaji secara topografi maka hamparan area bantaran DAS yang tak boleh dibangun gedung, tangkahan dan sejenisnya yang bersifat permanen tersebut, yakni mulai dari rintis batas Kota Tanjungbalai dengan Kab. Asahan di Desa Sei. Apung Jaya sampai ke Desa yang terletak pada Kuala Sungai Asahan. Permen PUPR nomor 28 tahun 2015 tersebut merupakan turunan dari PP nomor 38 tahun 2011 yang mengatur tentang batas Daerah Aliran Sungai.
Lanjut Edi, adapun bangunan
yang boleh dibangun dalam area Daerah aliran sungai (DAS), menurut regulasi UU, PP dan Permen tersebut, adalah bangunan yang dibangun oleh pemerintah untuk kepentingan umum, seperti dermaga, pembangkit listrik, bendungan dan lain-lain yang dijamin tidak merusak ekosistim serta pengaruh dampak lingkungan sekitar garis sempadan Sungai atau kawasan DAS.
“Jadi kalau ditanya kapan peraturan itu berlakunya, maka sudah sangat jelas berlakunya sejak peraturan itu diundangkan oleh Pemerintah NKRI”, artinya setelah itu tidak ada lagi proses perizinan untuk mendirikan bangunan, kalau sekarang disebut PBG”, tandas Edi.
Edi juga berharap kepada semua pihak dalam menyikapi soal bangunan yang berdiri diatas DAS harus bijak dan bersikap arif dan haruslah selalu berkaca dalam sebuah kebenaran, khususnya dalam menjabarkan undang-undang terkait persoalan-persoalan yang timbul dimasyarakat”, pintanya.
( M J H )