KoranNusantara.id,NTB- Mewarnai pesta demokrasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) menyelenggarakan Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa) dalam waktu dekat.
Sesuai dengan timeline yang telah beredar, hari ini, Rabu, 26 Februari 2025, persiapan Pemilwa di FEBI sudah memasuki masa Validasi Berkas dan Penetapan Calon Ketua HMPS/HMJ.
Namun, kegiatan yang diharapkan mampu menjadi pesta dalam sebuah demokrasi di Tingkat Kampus tersebut harus berakhir dengan kericuhan, yang terjadi di Gedung FEBI UIN Mataram.
Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi Pariwisata Syariah (HMPS PWS), mengungkap apa yang mendalangi kericuhan itu bisa terjadi.
Muhamad Alwi selaku Ketua HMPS PWS menyayangkan adanya kericuhan dalam pesta demokrasi di lingkungan FEBI UIN Mataram.
Ia mengatakan bahwa kesehatan demokrasi di Kampus UIN Mataram telah dicederai oleh tindakan inkonstitusional yang dilakukan oleh KPUM Fakultas.
“Demokrasi kampus seharusnya menjadi miniatur dari sistem demokrasi yang sehat, transparan, dan akuntabel. Namun, fenomena menghilangnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mahasiswa tanpa kejelasan, minimnya transparansi, serta kecacatan dalam aturan Pemilihan, justru mencederai prinsip-prinsip dasar demokrasi yang ingin dijunjung,” ujar Alwi.
Beberapa faktor yang mendalangi kericuhan itu pun diungkap oleh Ketua HMPS PWS, mulai dari KPUM selaku Penyelenggara Pemilwa yang diduga menghilang, hingga cacatnya aturan pemilihan.
“Pertama, KPU Mahasiswa yang tiba-tiba menghilang menunjukkan lemahnya sistem organisasi dan kurangnya akuntabilitas. Seharusnya, lembaga yang bertanggung jawab atas Pemilu Kampus memiliki mekanisme kerja yang jelas dan tidak tergantung pada individu tertentu. Jika ada kendala atau hambatan, KPU Mahasiswa wajib memberikan informasi yang terbuka kepada publik Kampus agar tidak menimbulkan spekulasi atau kecurigaan,” terang Alwi.
Kemudian, lanjut Alwi, faktor kedua yang melatarbelakangi kericuhan di FEBI ialah diduga tidak adanya transparansi informasi dari KPUM Fakultas terkait dengan penyelenggaraan Pemilwa.
“Transparansi adalah pilar utama dalam proses Pemilu, baik di Tingkat Nasional maupun dalam lingkup Mahasiswa. Tanpa keterbukaan informasi mengenai tahapan pemilihan, regulasi, serta mekanisme pengawasan, maka kepercayaan Mahasiswa terhadap sistem akan runtuh. Minimnya transparansi bisa membuka celah bagi manipulasi, kepentingan kelompok tertentu, atau bahkan praktik yang merugikan demokrasi kampus,” tuturnya.
Adapun faktor ketiga yang menjadi dalang ricuhnya persiapan Pemilwa di FEBI kalah dugaan akan cacatnya aturan pemilihan yang dibuat oleh KPUM.
“Kecacatan dalam aturan pemilihan menjadi bukti bahwa sistem Pemilu Mahasiswa masih perlu diperbaiki. Aturan yang ambigu, tidak dijalankan secara konsisten, atau bahkan berubah-ubah sesuai kepentingan tertentu hanya akan membuat Pemilu kehilangan legitimasi. Jika regulasi tidak disusun dengan baik dan diterapkan dengan tegas, maka Pemilu hanyalah formalitas tanpa makna,” tegas Alwi.
Melihat fenomena itu, Ketua HMPS PWS Alwi berpesan kepada seluruh Mahasiswa khususnya yang menempa pendidikan di UIN Mataram untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai demokrasi, dengan tetap bersuara jika menemukan kekeliruan yang dilakukan oleh berbagai oknum.
“Sebagai mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, kita tidak boleh diam melihat kondisi ini,” pesannya.
Tak lupa, Alwi juga mendesak pihak KPUM FEBI untuk memberikan klarifikasi terkait masalah yang terjadi saat ini.
“Mendesak KPU Mahasiswa untuk memberikan klarifikasi, mendorong transparansi dalam setiap proses pemilihan, serta memperbaiki aturan yang cacat adalah langkah yang harus dilakukan bersama. Pemilu Mahasiswa bukan sekedar ajang memilih Pemimpin Organisasi Kampus, tetapi juga refleksi dari komitmen kita terhadap demokrasi yang sesungguhnya,” tutupnya.
(RED/AI)